Wisatawan menikmati permainan Banana Boat di Tanjung Benoa. (BP/wan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Industri pariwisata Bali selalu berharap kunjungan wisatawan ke Bali adalah yang berkualitas. Sehingga, Bali sebagai destinasi juga akan menjadi destinasi berkualitas yang mampu meningkatkan pendapatan daerah.

Namun, hingga kini harapan itu tak kunjung terealisasi. Penasehat Bali Tourism Board (BTB) Bagus Sudibya mengatakan, jika ingin mendapatkan kunjungan wisatawan yang berkualitas, produk dan pelayanan yang ditawarkan juga harus berkualitas.

Ia melihat Bali belum bisa menerapkan pariwisata berkualitas ini, karena masih ada sejumlah persoalan. Misalnya saja, sampah, air bersih, transportasi, dan daerah tujuan wisata.

Ia menjelaskan pariwisata berkualitas artinya wisatawannya berkualitas. Wisatawan berkualitas tidak hanya dilihat dari kemampuan daya belinya, tapi juga rencana yang matang untuk pergi ke suatu tempat dengan maksud tujuan tertentu.

Jika mengharapkan yang datang wisatawan berkualitas, maka produk yang ditawarkan juga harus berkualitas, sesuai harapan dan ekspetasi tamu. Produk yang berkualitas tersebut diantaranya, airlines yang digunakan, daerah tujuan wisata yang berkualitas, bandara dengan pelayanannya, transportasi darat, guide, sopir berkualitas. “Semua itu ciptaan dari SDM yang berkualitas. Seperti chef yang berkualitas menghasilkan makanan yang berkualitas,” ujarnya Minggu (15/4).

Baca juga:  Dari Mantan Sekda Buleleng Tersangka hingga Non Esensial Mulai Buka

Ia menilai Bali memang sebaiknya mengarah ke pariwisata berkualitas. Namun tidak serta merta bisa mendatangkan wisatawan berkualitas. Karena syaratnya, produk yang disiapkan harus bermutu dan berkualitas.

Konsep pariwisata berkualitas adalah memiliki budaya bersih, konsep green, air yang bagus, sehingga dipercaya ada kehidupan yang bagus, termasuk juga oksigen yang bagus. Oleh karena itu dengan konsep green ini, diperlukan ketegasan penegakan peraturan, mana yang boleh dibangun dan mana yang merupakan ruang terbuka hijau.

Jika ingin mendatangkan wisatawan yang berkualitas, sikap ramah tamah juga harus tetap dijunjung. Kejujuran juga penting, karena merupakan cerminan manusia berkualitas. “Ini untuk keberlangsungan pariwisata Bali. Jika wisatawan dibohongi, akan memberikan image negatif bagi wisatawan. Maka mereka tidak akan datang ke Bali lagi,” katanya.

Baca juga:  Nasional Catat Kenaikan Kasus COVID-19 Capai Belasan Ribu

Sementara itu, Ketua Bidang Incentive Tim Percepatan MICE Kementerian Pariwisata IB Surakusuma atau akrab disapa Gus Lolec mengatakan, harga kamar hotel yang rendah untuk menarik wisatawan, tidak bisa dihindarkan. Karena, terjadi persaingan harga diantara pengusaha hotel. Persaingan harga terjadi karena kelebihan kamar hotel.

Banyaknya hotel baru dan investasi yang tidak jelas menyulitkan pengusaha hotel. Sehingga tak heran pada season-season tertentu, supply lebih banyak daripada demand. “Kalau mereka ditekan bagaimana mereka bisa jualan, karena mereka meminjam uang dari bank. Jadi seperti buah simalakama, serba susah buat mereka,” ujarnya.

Saat ini hotel bersaing dengan menurunkan harga serendah-rendahnya, membuat paket dengan mendapatkan benefit lain yang sifatnya persaingan. “Hal itu, kita tidak bisa salahkan juga karena mereka investasi. Mereka juga perlu tamu kan. Tapi tamu yang mereka dapatkan melalui persaignan yang ketat juga buat mereka sulit. Kalau mereka bersaing dan tidak mendapatkan tamu bagaimana mereka melunasi utangnya,” sebutnya.

Baca juga:  Korban Jiwa Nihil Bertambah, Kasus COVID-19 Baru Balik ke Satu Digit

Organisasi atau asosiasi hotel seperti PHRI dan BHA harus mendorong anggotanya agar tidak melakukan dumping. Sementara dalam hal harga ini Pemda tidak bisa turut campur. Karena harga merupakan kebijakan atau keputusan manajemen hotel.

Oleh karena itu asosiasi dan pemda harus bekerjasama menyepakati bottom rate. Artinya harga kontrak yang dikeluarkan dengan publish rate harus berbeda. “Ini rahasia, kalau menjualnya di bawah harga kontrak yang diberikan travel agent, bubarlah pariwisata Bali. Karena pariwisata Bali ada etika yang harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Kalaupun dengan adanya 10 Bali baru dipercaya dapat membuat pariwisata Bali berkualitas, ia menyangsikan siapa yang akan mengawasi dan mengontrol hal ini. Hotel berhak menjual kamar dengan harga yang disepakati.

Sedangkan wisatawan juga tidak bisa diarahkan untuk memilih tempat lain untuk tempat berlibur. Kalaupun tarif yang dipasang untuk berwisata ke Bali dinaikkan, ia yakin pasti ada yang menjual dengan harga lebih rendah. (citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *