AMLAPURA, BALIPOST.com – Pura Penataran Agung linggih Ida Batara Gunung Agung di Desa Adat Nangka, Bhuana Giri, Bebandem, dibangun di areal yang cukup luas di lereng Gunung Agung. Tidak hanya areal pura, pembangunan juga dirancang hingga melebar ke timur untuk tempat pewaregan dan tempat menginap sulinggih, hingga ke barat untuk areal parkir.
Titik areal pura ini persis berada di tengah, di antara sebelas pura dadia yang ada sekitarnya. Penyarikan Desa Adat Nangka I Made Ngurah Alit, mengatakan Pura Penataran Agung Nangka, sebenarnya sudah ada di desa itu sejak tahun 1700. Ini dibuktikan dengan adanya tiga bangunan padmasana saat itu.
Dia menceritakan, sekitar tahun 1970 masyarakat sekitar sempat kebingungan terhadap keberadaan pura saat itu, karena kondisinya nyaris hancur akibat erupsi Gunung Agung pada 1963 silam. Hingga, sekitar tahun 2004, datanglah mantan Gubernur Bali, Dewa Made Berata.
Niskala
Mantan Gubernur Bali itu berbekal petunjuk niskala, datang langsung menuju areal tersebut. Petunjuk niskala itu menuntun Dewa Berata kala itu, untuk memperbaiki kondisi pura dan melakukan pemugaran secara menyeluruh.
Namun, Made Ngurah Alit menambahkan, belum selesai pembangunan pura ini, dimana palinggih yang terbangun baru padma tiga dan beberapa gedong di sebelahnya, proses pembangunannya terhenti. Hingga sepuluh tahun, kepemimpinan Gubernur Bali yang baru, pembangunan pura ini tak kunjung dilanjutkan.
Dia mengatakan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, sempat datang langsung di awal menjabat, guna meninjau lokasi pura. Tetapi, entah karena alasan apa, pembangunannya tak kunjung dilanjutkan, meski sempat dianggarkan dalam APBD Provinsi saat itu. “Waktu itu kami sempat usulkan lagi. Tetapi, tidak ada respons, hingga Gunung Agung erupsi September tahun lalu, barulah banyak tokoh spiritual dan tokoh agama menerima pawisik agar linggih Ida Batara Gunung Agung di Nangka segera diselesaikan,” kata Made Ngurah Alit, belum lama ini.
Percaya tidak percaya, setelah pihak desa adat bersama Pemkab Karangasem “ngaku anggih” (berjanji) akan menyelesaikan pembangunan Pura Penataran Agung Nangka ini, aktivitas Gunung Agung kembali mereda, hingga berangsur-angsur kembali ke kondisi normal. Bahkan, ada dua pedanda dari Sanur yang sempat datang ke pura ini, langsung kerauhan, menyampaikan agar pembangunan pura ini segera dituntaskan.
Dalam proses perencanaan, ada fakta unik yang terungkap di tengah warga. Rupanya, di sekitar areal pura, sudah ada sebelas pura dadia dari berbagai garis kawitan. Dia sendiri mengaku kurang tahu, kenapa bisa demikian. Tetapi, warga setempat meyakini, bahwa ini ada kaitannya dengan sejarah pura.
Di jeroan pura atau utama mandala, dibangun palinggih mulai dari palinggih Taksu, Menjangan Seluang, Pesaren Sari, Panglurah, Ratu Bagus Bebotoh, Ratu Ayu, Ida Batara Semeru, Ida Batara Mahadewa, Ida Batara Gni Jaya, Gedong Puseh, Ida Batara Sri, Ida Batara Rambut Sedana, Sang Hyang Mahamerta, Ida Batara Gunung Kedampal. Sementara, beberapa unit bangunan lainnya, di antaranya, Bale Pengaruman, Bale Paselang, Bale Selonding, Bale Pawedan, Bale Panggungan, Bale Gita/Wewalen, Kori Agung hingga Pengapit Lawang.
Sementara di jabaan pura, di bangun Bale Pesanekan, Gedong Simpen, Bale Kulkul, Candi Bentar.
“Pembangunan tahap pertama, kami selesaikan ini dulu, nanti menyusul dapur suci, tempat menginap sulinggih, dan toilet hingga tempat parkirnya di tahap kedua,” kata Made Ngurah Alit.
Ketua Panitia Pembangunan I Gusti Made Tusan, menyatakan komitmen untuk merampungkan seluruh bagian pura. Dia juga sudah sering berkoordinasi dengan mantan Gubernur Bali Dewa Made Berata, yang lebih dulu merintis pembangunannya, sebagai linggih Ida Batara Gunung Agung itu.
Tidak hanya menyelesaikan pembangunan fisiknya, tetapi juga berikut dengan seluruh ritualnya ngenteg linggihnya nanti. “Mari sama-sama ngayah ngarya genah linggih Ida Batara Gunung Agung, semoga dengan keseriusan kita bersama, kita dijauhkan dari bencana alam,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)