Wisatawan mancanegara berjemur di Pantai Batubolong. Dalam beberapa hari belakangan, cuaca panas menyengat melanda Bali. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Cuaca panas menyengat dan gerah dalam beberapa hari ini dirasakan warga Bali. Kondisi ini disebabkan sejumlah faktor.

Dikonfirmasi terkait cuaca ini, Forecaster BMKG Wilayah III Denpasar, I Made Sudarma Yadnya, Selasa (17/4) mengatakan fenomena ini merupakan cuaca alamiah yang biasa terjadi setiap tahunnya. Terutama terjadi pada musim pancaroba, yaitu musim peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau yang terjadi pada bulan Maret hingga April ini.

Ia mengatakan secara umum untuk kondisi panas dan gerah seperti saat ini disebabkan adanya gerak semu matahari pada Maret hingga April. Dalam bulan-bulan tersebut, posisi matahari berada di sekitar ekuator, sehingga akumulasi panas masih tinggi di wilayah sekitarnya termasuk Bali.

Baca juga:  Optimisme RUU Provinsi Bali, Koster Siap “Bertempur” di DPR

Selain itu, dikatakannya, kondisi cerah dan sedikit awan juga menyebabkan intensitas energi sinar matahari langsung mengarah ke bumi tanpa halangan. Apalagi, saat ini wilayah Bali memasuki musim peralihan (pancaroba) dari musim hujan ke kemarau, dimana angin bertiup dari Timur-Tenggara yang membawa masa udara kering dari Australia menuju Asia yang melewati wilayah Bali pada khususnya.

Suhu udara saat ini di wilayah Bali berkisar antara 23-35 C dengan kelembaban udara berkisar antara 55-95%. “Panas Matahari yang disertai masa udara kering dan masih lemahnya angin bertiup menyebabkan kondisi panas terasa menyengat dan gerah,” tandas Sudarma.

Baca juga:  Tiga Hari Berturut-turut, Kabupaten Ini Nihil Tambahan Kasus COVID-19 dan Cuma Punya 2 Kasus Aktif

Disamping itu, penyebab lain kondisi suhu panas dan gerah di Bali juga karena tingginya suhu muka laut di perairan Bali yang berkisar antara 29-31 C. Mengingat sifat air laut adalah lambat melepaskan panas, sedangkan daratan lebih cepat melepaskan panas.

Oleh karena itu, lautan akan melepaskan panasnya pada malam hari. Sehingga, udara masih terasa panas dan menyebabkan gerah di malam hari. “Mengingat suhu air laut lebih hangat daripada normalnya, maka rasa gerah juga dirasakan lebih lama,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

Baca juga:  POJK Stimulus Dampak COVID-19 Terbit, Ini Isinya
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *