SINGARAJA, BALIPOST.com – Kasus kekerasan anak dan perempuan di Buleleng belakangan ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika sebelumnya dalam setahun terjadi hanya satu kasus, tetapi di tahun ini hanya dalam tiga bulan saja terjadi lima kasus.
Dalam kasus ini, tidak saja menjadi korban, tetapi anak di Bali Utara menjadi pelaku tindak pidana kriminal. Mereka pun terpaksa harus berhadapan dengan hukum.
Data di Satreskrim Polres Buleleng menyebutkan, lima kasus kekerasna pada anak itu muncul dengan beberapa tindak pidana. Diantaranya, kasus perkelahian sesama anak, penganiayaan, dan kasus pencurian.
Selain itu, satu-satunya kasus kekerasan anak menjadi korban, baru terjadi di Desa Banjar, Kecamatan Banjar. Sekarang kasusnya sedang ditangani penyidik dari Unit Perlindungan Permpuan dan Anak (PPA) Polres Buleleng.
Kapolres Buleleng AKBP Suratno, SIK didampingi Kasat Reskrim AKP Mikhael Hutabarat, Kamis (19/4) mengatakan, dibandingkan dari tahun sebelumnya kasus kekerasan pada anak di wilayahnya meningkat hingga 50 persen. Peningkatan kasus ini secara pasti belum diketahui pemicunya.
Namun demikian, tingginya catatan kasus diduga karena berbagai faktor, termasuk perkembangan zaman. Untuk itu, pihaknya mengajak para orangtua atau guru di sekolah dan komponen masyarakat agar berpartisipasi aktif melakukan tindakan pencegahan. “Peningkatan sangat tinggi dan mencapai 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya hanya terjadi satu kasus. Kita berharap peran semua komponan masyarakat untuk berpartisipasi untuk melakukan pencegahan dengan pendekatan baik lewat sekolah atau mengawasi prilaku anak di lingkungan rumah atau di tempat lain,” katanya.
Di tempat terpisah Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Anak (PPKB-PA) Buleleng dr. Made Sukarmini mengatakan hal yang sama. Dia mengatakan catatan kasus kekerasan anak dan perempuan di daerahnya cukup mengkhawatirkan.
Ini terbukti dari temuan kasus dari tahun 2014 terjadi 102 kasus, 2015 ditemukan 105 kasus, kemudian tahun 2016 turun menjadi 62 kasus, tahun 2017 kembali turun menjadi 56 kasus, dan tahun 2018 sampai April kasusnya kembali turun menjadi 8 kasus. (Mudiarta/balipost)