SINGARAJA, BALIPOST.com – Puluhan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Buleleng mengikuti apel peringatan Kartini, Sabtu (21/4), di sekolah setempat. Siswa dari jenjang TK, SMP dan MSA ini kebanyakan perempuan mengenakan kebaya pada masa perjuangan R.A Kartini yang memperjuangkan Emansipasi Wanita.
Keunikan lain, apel terpaksa dilakukan dengan bantuan guru bahasa isyarat, karena sebagian besar siswa SLB Negeri 1 Buleleng menderita kelainan tuli bisu. Selain siswa, apel juga diikuti guru yang ditugaskan menjadi pembina, pemimpin upacara, pasukan pengibar bendara, pembaca teks Pancasila, UUD 1945, doa, dan paduan suara.
SLB Negeri 1 Buleleng sejak dahulu menerima siswa dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Sejak dibuka sampai sekarang, siswa yang menempuh pendidikan formal di sekolah ini sebagian besar mengalami cacat tuli bisu.
Selain itu, ada juga penderita cacat tuna rungu, grahita, dan tuna daksa. Bahkan, sekarang ini SLB Negeri 1 Buleleng juga menerima siswa penderita autis.
Kepala SLB Negeri 1 Buleleng Drs. Wayan Caritha di usai apel mengatakan, momen peringatan hari Kartini di sekolahnya memang rutin digelar setiap tahun. Sesuai nilai-nilai perjuangan R.A Kartini yang mengutamakan peran perempuan, sehingga itu mendorong bagaimana siswa dan guru permepuan dilibatkan dalam pelaksanaan apel.
Bahkan, dirinya mempersiapkan apel dengan matang, sehingga peringatannya berjalan dengan khidmat. Tidak ketinggalan, momen ini digunakan untuk mengedukasi anak-anak untuk memahami dan mengaplikasikan cita-cita dan nilai perjuangan R.A Kartini baik dalam kegiatan di skeolah atau di lingkungan masing-masing. “Kita berikan anak-anak dan guru perempuan untuk melaksanakan apel ini dan kaum laki-laki juga mendukung. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada permepuan seperti cita-cita perjuangan R.A Kartini,” katanya.
Sementara itu seorang guru Ketut Kusuma Ayu Ningsih mengatakan, berpartisipasi menjadi petugas pengibar bendara di hari Kartini dianggap sbegaai kebanggaan tersendiri. Agar tampil baik, permepuan yang sehari-hari mengajar IPA di SLB Negeri 1 Buleleng ini melakukan latihan rutin bersama teman-temannya.
Terkait tingkat kesulitan dibandingkan upacara hari-hari besar lainnya, Ayu Ningsih mengaku karena mengenakan kain dan kebaya sedikit menyulitkan dalam melangkah tegap saat mengibarkan Bendara Merah Putih. “Bangga dan merasa dihormati sebagai permepuan bisa bertugas dalam apel seperti ini. Kalau kesulitan saat melangkah saja, mungkin karena pakaian yang tidak biasanya, namun itu bisa kita atasi,” jelasnya.
Selain apel, puluhan siswa SLB Negeri 1 Buleleng mengisi peringatan Kartini dengan lomba peragaan busana kebaya yang diikuti oleh guru dan pegawai di sekolah setempat. Selain itu, ada juga pembacaan puisi yang bertemakan ajaran emansipasi wanita. Menariknya, lomba ini dinilai sendiri oleh siswa yang menonton acara tersebut. (Mudiarta/Bali Post)