Ilustrasi. Seorang perempuan bekerja di pasar tradisional. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak tahun 2011, tingkat pengangguran perempuan Bali lebih rendah dibandingkan laki-laki. Sebelumnya, tingkat pengangguran perempuan Bali cukup tinggi.

Sebab, perempuan Bali mulai melihat aktivitas agama dan budaya bisa menjadi peluang ekonomi. “Perempuan Bali dulu, sebelum 2011 tingkat penganggurannya lebih tinggi dibandingkan laki-laki secara persentase. Setelah 2011, justru angka pengangguran perempuan relatif lebih rendah dibanding laki-laki, ada pembalikan,” ungkap Asim Saputra, SST., M.Ec.Dev., Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali, Kamis (20/4).

Setelah ditelusuri, ada banyak industri rumah tangga (IRT) membuat banten yang dikerjakan lebih banyak perempuan. Perempuan lebih banyak aktif melakukan aktivitas ekonomi walaupun di rumah. “Mereka tidak harus keluar rumah, tapi dia tetap menyokong perekonomian keluarga, utamanya di desa-desa,” katanya.

Baca juga:  Pulang dari AS, Warga Positif COVID-19 Dijemput Satgas Gianyar

Bahkan, ia mengaku kagum dengan perempuan Bali karena hari-harinya sangat sibuk. “Pagi dia ngurusin keluarga, siang hari menjarit, malam buat banten. Proses itu yang membuat rumah tangga di Bali relatif stabil, ketika tuntutan hidup semakin tinggi, ada upacara agama dan sebagainya,” bebernya.

Berdasarkan data statistik Agustus 2017, angka pengangguran di Bali secara total 1,48 persen. Tren pengangguran laki-laki lebih tinggi dari perempuan terlihat sejak 2011.

Angka pengangguran perempuan pada Februari 2015 adalah 1,31 persen dan laki-laki 1,41 persen. Pada Agustus 2017 perbedaan angka pengangguran antara laki-laki dan perempuan semakin jauh. Pengangguran laki-laki 1,83 persen dan perempuan hanya 1,06 persen.

Baca juga:  Hampir 75 Persen Kasus COVID-19 Baru Ada di Empat Zona Merah Ini

Ditilik lebih dalam, sektor tertinggi yang dikerjakan perempuan adalah di bidang industri pengolahan (termasuk membuat banten) dan perdagangan. Pada industri pengolahan, pekerja perempuan mendominasi dengan porsi 2 kali lipat dari laki-laki.

Data statistik Agustus 2017 menunjukkan jumlah perempuan yang bekerja di sektor ini adalah 226.000 dan laki-laki 162.000. Sedangkan di sektor perdagangan, pekerja perempuan berjumlah 394.000 dan laki-laki 355.000.

Sementara di sektor pertanian, pekerja perempuan dan laki-laki hampir sama. Total angkatan kerja wanita di Bali adalah 1.135.000 dan pria 1.333.000. “Dengan angkatan kerja laki-laki dan perempuan yang hampir sama itu menunjukkan dalam satu rumah tangga, istri dan suami sama-sama bekerja,” imbuh Asim sembari mengucapkan total angkatan kerja di Bali 2.469.000.

Baca juga:  Seminggu Nihil Kasus, Jembrana Bertambah Satu Pasien Terkonfirmasi Positif Covid-19

Kegiatan ekonomi di bidang agama dan budaya mampu menggerakkan ekonomi dan memberikan multiflier efek perekonomian. Ada hukum ekonomi yang terjadi di Bali terutama di sektor agama dan budaya. Ketika supply meningkat, maka demand juga akan meningkat.

“Mungkin kalau dulu kan membuat canang, banten, ngayah merupakan aktivitas rumah tangga yang tidak ada nilai ekonomi. Sekarang sudah mulai bisa dijual, dan perempuan mengambil peran itu. Sehingga akhirnya ada dukungan yang luar biasa, sehingga penganggur perempuan itu relatif terus turun bahkan jauh turun di bawah laki-laki,” jelasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *