DENPASAR, BALIPOST.com – Usia belia tak menyurutkan langkah Krishna Kanhaiya Dasa berprestasi. Di usianya yang 13 tahun, ia sudah berulangkali tampil di festival jazz internasional.

Kanhaiya, demikian ia akrab disapa, merupakan seorang drummer yang sudah menjajal banyak panggung festival jazz. Tidak hanya di Indonesia, festival jazz di berbagai belahan negara pun sudah dihentak oleh bocah belasan tahun ini.

Ditemui Minggu (29/4), Kanhaiya nampak sibuk mengotak-atik cymbal pada drum yang ada di studio rumahnya seputaran Tohpati, Denpasar Timur. Sorotan mata bocah ini pun nampak fokus, memasang sejumlah cymbal pada drum warna putih miliknya itu. “Ini lagi persiapan latihan,” ucap Kanhaiya.

Kanhaiya merupakan putra kedua dari pasangan I Gede Oka Pramana dan Ni Luh Made Suarini. Terlahir dari keluarga seniman dan pebisnis, mungkin menjadi penyebab bocah bertubuh kurus ini begitu mencintai seni bermain drum. “Ibunya Kanhaiya asal Ubud memang kesehariannya berkutat dengan seni, kalau saya memang hobi sekali bermain musik,” ucap I Gede Oka Pramana saat mendampingi putranya latihan drum.

Baca juga:  WFB Disebut Jadi Pemicu Lonjakan Kasus COVID-19, Ini Reaksi Pemprov Bali

Meski usia Kanhaiya baru 13 tahun, namun kecintaanya terhadap musik drum bukan lah hal baru. Ketertarikan memainkan stik drum sudah terlihat, saat cucu dari pemilik Bebek Tepi Sawah, Nyoman Sumerta ini, berusia 3 tahun. “Awal tertariknya itu saat melihat pamannya yang tidak lain merupakan adik saya, sedang latihan drum. Saat itu lah Kanhaiya trus meminta untuk ikut memukul drum dengan stiknya,” jelasnya.

Sejak saat itu memainkan alat musik drum sudah menjadi keseharian Kanhaiya kecil. Hingga di usia 8 tahun, bocah kelahiran 2 Juli 2004 ini didaftarkan ikut les di Balawan Musik Training Center. “Selain belajar di sana, Kanhaiya setiap hari bereksperimen di rumah, jadi banyak trik juga yang dia dapatkan secara otodidak,” ujarnya.

Tidak butuh waktu lama, Wayan Balawan disebut sudah bisa melihat bakat dari Kanhaiya yang baru menginjak usia 9 tahun. Hal ini dibuktikan dari kemahiran Kanhaiya saat ikut serta memainkan jazz fusion etnik. “Bagi saya orang dewasa yang juga hobi musik, memainkan drum dalam jazz fusion etnik itu masih menjadi sesuatu yang sulit. Tapi Kanhaiya saat usia 9 tahun itu bisa memainkan dengan mudah dan terampil,” katanya.

Baca juga:  Tahun 2019, Pemkab Karangasem Revitalisasi Tiga Pasar

Melihat bakat itu, Kanhaiya pun langsung diajak mencoba panggung salah satu festifal jazz. Penampilan pertamanya pun langsung memukau para penonton yang hadir. “Saya pernah mengantar Kanhaiya manggung, saat pertama kali tampil di Jakarta. Sambutannya sangat meriah. Setelah itu saya bebaskan dia didampingi Balawan,” ucapnya.

Menginjak usia 10 tahun, Kanhaiya yang rutin mendampingi Wayan Balawan sudah sukses menjajal berbagai panggung festival jazz di berbagai wilayah di Indonesia. “Hingga usia 11 tahun, Kanhaiya mulai diajak ke festival jazz international, yang berlangsung di Australia, Malaysia, Singapura, Vietnam serta belahan negara lainya,” katanya.

Memasuki usia 12 tahun, Drummer muda asal Bali ini membentuk grup musik Jazz Muda Indonesia. Pembentukan ini dipelopori oleh Indro Hardjodikoro seorang musisi Indonesia yang dulu juga menjadi basis dari penyayi almarhum Krisye.

Baca juga:  Joged Bumbung Jaruh Dilarang Pentas, Kenali Pakem Sesungguhnya Tarian Pergaulan Ini

Ditambah Younky Natanel sebagai pemain piano, grup musik ini pun melejit dengan tiga orang personel. “Saat itu Indro memang ingin merangkul pemusik muda yang memiliki talenta, dan Kanhaiya personel termuda diantara dua professional yang betul-betul senior di musik jazz,” katanya.

Kini tour di berbagai belahan negara pun masih menjadi agenda Kanhaiya. Terakhir ia sempat manggung di Uzbekistan dan Kirgistan. Pada 5 Mei 2018 ini pun Kanhaiya diagendakan tampil di Kuala Lumpur, Malaysia. “Agenda Kanhaiya memang cukup padat, kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung sepenuhnya,” tekannya.

Lantas bagaimana dengan pendidikan Kanhaiya? I Gede Oka Pramana mengakui serius menekuni seni akan terbentur dengan pendidikan formal.

Dilema ini pun yang sempat menjadi beban bagi orangtua Kanhaiya. Hingga akhirnya diputuskan Kanhaiya mengikuti pendidikan home schooling. “Pendidikan itu penting, tapi saya juga ingin Kanhaiya total menekuni apa yang dia cintai, sehingga saat dewasa nanti ia bisa berkarir dengan rasa senang, tanpa ada tekanan,” terangnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *