MANGUPURA, BALIPOST.com – Polda Bali kembali mengungkap kasus cyber fraud (penipuan menggunakan internet) di Perum Graha Mutiara Abianbase No. 1A, Mengwi, Badung, Jalan Bedahulu XI No. 39 Denpasar dan Jalan Gatot Subroto I No. 9 Denpasar, Selasa (1/5). Dari tiga TKP tersebut diamankan 114 orang dengan rincian 11 WNI ( 5 Perempuan dan 6 laki-laki) dan 103 WNA Tiongkok (11 perempuan dan 92 laki-laki).
Direktur Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol. Anom Wibowo, didampingi Wadir AKBP Ruddi Setiawan mengatakan, penyelidikan kasus ini dilakukan tim Reskrimsus, Satgas CTOT dan Sabata Polda Bali sejak dua minggu lalu. Setelah itu dilakukan penggerebekan di tiga TKP tersebut secara bersamaan.
Adapun rincian hasil pengungkapannya yaitu, di TKP Perum Graha Mutiara Abianbase diamankan 49 orang, terdiri dari 5 WNI (2 perempuan dan 3 laki-laki) dan 44 WN Tiongkok (7 perempuan dan 37 laki-laki). Barang bukti yang disita yakni 51 unit telepon, satu laptop, 43 paspor, lima handphone, dua router, dua printer dan 26 HUB.
Di TKP Jalan Bedahulu XI Nomor 39 Denpasar, diamankan 32 orang terdiri dari 4 WNI (2 perempuan dan 2 laki-laki) dan 28 WN Tiongkok (3 perempuan dan 25 laki-laki). Barang bukti disita 20 handphone, 13 router, dua lapto dan satu paspor. TKP Jalan Gatsu I Nomor 9 Denpasar, diamankan 33 orang terdiri dari 2 WNI (1 perempuan dan 1 laki-laki) dan 31 WN Tiongkok (1 perempuan dan 30 laki-laki).
Polisi menyita 28 handphone, tiga router, dua laptop, 38 paspor dan satu unit HUB. “Dalam kurun waktu delapan bulan kami tiga kali melakukan penangkapan di delapan TKP. Dari delapan TKP tersebut diamankan hampir 300 kasus sama,” tegasnya.
Modusnya mereka datang ke Bali menyalahgunakan visa kunjungan wisata. Mereka datang melalui Bandara Soekarno-Hatta lalu terbang ke bali. Dari beberapa orang diamankan tersebut ada datang sejak 2015 tapi bolak-balik Bali-Tiongkok. Selain itu ada datang tahun 2016, terbaru bulan Maret dan April 2018. “Ini saya lihat dari dokumen mereka yaitu paspor,” ungkap Anom Wibowo.
Untuk 11 WNI yang diamankan perannya sebatas sebagai buruh, tukang cuci dan bersih-bersih. Sedangkan modus pelaku saat beraksi yaitu menggunakan saluran internet mengaku sebagai petugas hukum yang ada di Tiongkok.
Dengan kecanggihan alat dimiliki, mereka bisa meubah nomor mereka gunakan seolah-olah dari instansi kepolisian, kehakiman maupun pengadilan di Tingkok. Sehingga korbannya langsung percaya. “Setelah intimidasi, mereka (korban) mengirim sejumlah uang. Satu korban bisa mengirim uang sampai Rp 8 miliar kalau dirupiahkan. Kami apresiasi kepada masyarakat yang menyampaikan hal seperti ini. Kami mengimbau kalau mengontrak rumah jangan asal mengontrakan saja, cek betul dimanfaatkan untuk apa,” tegasnya.
Sedangkan menurut sumber, terungkapnya kasus ini berawal dari salah satu pelaku sakit dan berobat ke dokter. Anehnya orang tersebut hanya bisa bahasa Tiongkok tanpa guide.
Dari sana polisi melakukan penyelidikan dan akhirnya terlacak alamatnya. “Kalau wisatawan pasti ada guide atau agen yang mendampingi. Setelah ditelusuri akhirnya terungkap tiga TKP ini. Kemungkinan ada bosnya dan informasinya tinggal di Jakarta,” kata sumber. (Kerta Negara/balipost)