Suasana Siat Sampian yang berlangsung di Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Blahbatuh, Rabu. (BP/nik)

GIANYAR, BALIPOST.com – Tiga hari setelah puncak Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Kahyangan Jagat Samuan Tiga Bedulu, dilaksanakan tradisi Siat Sampian (Perang Sampian) dengan menggunakan rangkaian janur oleh Parekan (pengayah laki-laki) dan Permas (pengayah perempuan) pada Rabu (2/5) siang.

Ratusan parekan dan puluhan permas saling lempar  dan pukul menggunakan rangkaian janur yang telah disiapkan sebelumnya. Tradisi sebagai simbol memerangi adharma atau kejahatan, disaksikan ribuan pemedek bahkan wisatawan asing tampak ikut mengabadikan tradisi itu.

Sebagai rangkaian dari piodalan, prosesi Siat Sampian diawali dengan nampyog yakni para permas yang berjalan beriringan mengelilingi halaman madya mandala pura. Para permas berjalan sembari menari-nari dengan gerakan sederhana. Dari prosesi nampyog ini, ada prosesi yang dikenal dengan nama ngober nyambung. Dalam prosesi ini, pada pinggang permas diikatkan selembar selendang putih. Seledang ini pula yang dikibarkan secara sambung menyambung oleh para permas di barisan berikutnya.

Baca juga:  Mediasi Kasus Tanah Pura Samuan Tiga "Deadlock"

Usai prosesi ngober nyambung, disusul maombak-ombakan, yakni para parekan saling berpegangan satu sama lain mengelilingi halaman pura. Parekan saling berpegangan berputar selama tiga kali disertai dengan teriakan-teriakan. Mereka pun berusaha agar dapat memegangi bangunan suci yang ada di pura. Prosesi ini disertai dengan tetabuhan yang menambah semangat parekan dan permas untuk memulai Siat Sampian.

Puncaknya, para parekan saling lempar sampian yang sudah disiapkan. Mereka kemudian saling pukul serta melempar sebagai simbol dari perang dengan menggunakan janur selama kurang lebih 15 menit. “Usai Siat Sampian, seluruh parekan masiram di beji yang mempunyai makna  penyucian diri, “ ungkap Ketua Paruman Pura Samuan Tiga, Wayan Patera.

Baca juga:  Masyarakat Kembali Diingatkan Tak Usah Liburan ke LN

Menurutnya, Siat Sampian hanya boleh diikuti oleh parekan dan permas dimaknai penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit yang divisualisasikan pertarungan antara dua kekuatan berbeda yakni kebaikan dan keburukan dan yang menang pada akhirnya adalah kebenaran.

Dipilihnya sampian untuk sarana Siat Sampian, menurut Patera, karena sampian merupakan bagian ujung dari dangsil yang dipersembahkan para parekan.  “ Selain itu, sampian merupakan lambang senjata milik Dewa Wisnu yang dipergunakan untuk memerangi adharma atau kejahatan dari muka bumi,“ ucapnya. (manik astajaya/balipost).

Baca juga:  Dihujat Karena Perlihatkan Alat Kontrasepsi di Pura Samuantiga, Pelaku Dituntut "Ngaturang Guru Piduka"
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *