MANGUPURA, BALIPOST.com – Potensi ekonomi digital di dunia termasuk di Indonesia saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Tren pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sendiri mengalami perubahan drastis sejak dikenalnya revolusi industri 4.0.

Sepuluh tahun terakhir, ekonomi dunia mengalami perubahan yang signifikan. Memasuki tahun 2018, dunia hampir didominasi oleh perusahaan-perusahaan berbasis internet. Google dan Facebook, mencuat menjadi perusahaan yang sukses mendominasi percakapan sehari-hari kita.

Di sisi lain, perusahaan seperti Amazon, Alibaba, Lazada, dan Tokopedia, sukses mengubah bagaimana orang-orang menemukan barang yang dicari dan berbelanja tanpa perlu repot beranjak dari tempat tinggal.

Baca juga:  Hoaks! Himbauan Tidak ke Renon Karena 7 PNS Pemprov Positif COVID-19

Di era bebas dalam perdagangan antarnegara seperti saat ini, menuntut peranan konsumen sadar akan penggunaan barang dan jasa yang aman dan berkualitas. “Perkembangan ekonomi digital yang kian pesat harus sejalan dengan perlindungan yang nyata bagi konsumen, sebab saat ini transaksi perdagangan bukan hanya dalam satu negara, tapi sudah melalui lintas negara,” kata Kepala BSN, Bambang Prasetya, disela Workshop Consumer Protection in the Digital Economy , di Nusa Dua, Rabu (9/5).

Baca juga:  Alumni ITS dan IVENDO Bali Serahkan Bantuan ke Tenaga Medis

Untuk memastikan sistem keamanan, perlindungan privasi pengguna dan persaingan bisnis di dunia digital maupun konvensional, Pemerintah sedang mengupayakan payung hukum. Terkait perlindungan konsumen dalam digital economy ini, Bambang menyatakan bahwa BSN telah menetapkan SNI ISO/IEC 27001:2013 Persyaratan Sistem Manajemen Keamanan Informasi Standar ini menentukan persyaratan untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan secara berkelanjutan memperbaiki Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) dalam konteks organisasi.

Dikatakan, standar ini juga mencakup persyaratan untuk penilaian dan penanganan risiko keamanan informasi disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. “Dan tentu kita masih perlu membutuhkan standar yang disepakati secara internasional serta sistem yang dapat dioperasikan dan mendukung rantai pasokan global sehingga bisa memainkan peran utama dalam ekonomi kolaboratif dengan memperhatikan hak-hak konsumen,” katanya

Baca juga:  Hutan Mangrove Di Nusa Lembongan Terkikis

Menurut Bambang, Workshop ini menjadi penting karena mempertemukan perwakilan konsumen, otoritas publik, pelaku usaha dan pakar standardisasi. Untuk melindungi konsumen dari dampak digital economy ini diperlukan kerangka hukum. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *