SINGARAJA, BALIPOST.com – Pembahasan Rancangan Perda (Ranperda) tentang Perlindungan Mata Air terpaksa dibatalkan. Ini karena dalam pembahasan oleh panitia khusus (pansus), ternyata ranperda ini bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi.
Menariknya, sebelum ranperda ini diusulkan dalam sidang paripurna, Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Buleleng seperti kurang jeli mengkaji produk hukum yang akan dibahas. Akibatnya, anggaran sudah dialokasikan untuk membiayai konsultasi dan kunjungan kerja ke luar daerah pun terkesan mubazir, karena pembahasan perda terhenti di tengah jalan.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) H. Mulyadi Putra di gedung DPRD Selasa (8/5) mengatakan, sejak ditugaskan membahas draf ranperda ini, pihaknya sudah melakukan konsultasi ke Dirjen Penataan Air Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR). Dari Konsultasi itu diketahui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2004 dibatalkan oleh keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) dan dikembalikan ke UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.
Dengan pembatalan itu otomatis kewenangan pengelolaan mata air dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov). Selain itu, hasil studi banding ke Pemerintah Kota (Pemkot) Malang lebih dulu menyusun perda Perlindungan Mata Air, namun daerah tersebut juga belum bisa melaksanakan amanat perda yang disusun, karena imbas keputusan MK tersebut. “Saran setelah kami konsultasi ke pemerintah pusat kita disuruh menunggu sampai terbit UU baru yang sedang disusun. Pansus menyepakati untuk tidak melanjutkan pembahasan ranperda ini, dan nanti dan akan ditarik secara resmi lewat sidang paripurna dewan,” katanya.
Menurut Mulyadi Putra, ranperda ini merupakan hak inisiatif dewan yang sudah melalui pembahasan internal oleh Bapemperda. Draf ranperda ini sudah dilengkapi kajian akademik oleh Lembaga Hukum Kajian Pembangunan (LHKP) Unipersitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja.
Hanya saja, Bapemperda sendiri terkesan kurang jeli dalam mencermati adanya kemungkinan pertentangan regulasi di atasnya dari ranperda yang akan dibahas. Justru, setelah ranperda diumumkan lewat sidang paripurna dan bahkan sudah dialokasikan anggaran, namun dalam perjalanan mandeg.
Untuk itu, ini dijadikan bahan evaluasi untuk penyusunan ranperda yang lain, sehingga tidak kembali terulang dan utamanya alokasi anggarannya tidak terkesan mubazir. “Pansus itu hanya tugasnya membahas, dan kajian itu Bapemperda. Sepertinya ini kurang jeli, sehingga sudah disepakati dibahas dan dianggarkan lalu terhenti di tengah jalan. Saya harap ini tidak terulang lagi karena sia-sia dana yang dialokasikan, namun perdanya tidak jadi dibahas,” jelasnya.
Di sisi lain Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menambahkan, dari aspek sosial kemasyarakatan ranperda ini sangat dbutuhkan untuk segara disusun di daerah. Hal ini karena fakta pemanfaatan sumber mata air belum diatur dengan regulasi yang jelas.
Selain itu, pengendalian juga terkesan belum optimal, sehingga banyak pengelolaan sumber mata air di daerahnya sekan kebablasan, sehingga menimbulkan kerugian untuk masyarakat banyak. “Dari aspek yuridis ranperda ini memang tidak bisa dilanjtukan tapi kalau kami melihat aspek sosialnya perda ini diperlukan ada. Informasi yang kita dapatan bahwa sumber mata air harus ditata dan dilindungi agar bisa dimanfaatkan seluas-luasnya untuk masyarakat,” katanya. (Mudiarta/balipost)