JAKARTA, BALIPOST.com – Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meyakini ada gerakan membangkitkan semangat para teroris yang dianggap tidak berdaya karena berada di dalam penjara. Untuk itu, pemerintah diminta melacak jaringan komunikasi para teroris yang tetap mengindoktrin para narapidana teroris (napiter) yang dalam status sebagai warga binaan.
“Komunikasi live broadcast di media sosial yang sempat dilakukan para napiter dari dalam Mako Brimob adalah upaya menghidupkan sel tidur dan mendorong pelaku teror lainnya untuk ikut bersama-sama melawan negara,” sebut anggota DPR Charles Honoris di Jakarta, Kamis (10/5).
Seperti diketahui saat insiden penyerangan petugas Polri di Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) Polri di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa malam (8/5), salah satu napiter melakukan siaran langsung lewat media sosial instagram. Rekaman siaran langsung itu kini sudah tersebar luas di dunia maya.
“Oleh karenanya, pemerintah harus melacak dan memonitor jaringan komunikasi para pelaku teror, baik di media sosial maupun jaringan komunikasi lainnya,” tambah dia.
Berbekal jaringan komunikasi medsos itu, politisi dari PDI Perjuangan tersebut mengatakan bukan tidak mungkin akan terjadi lagi hal serupa di kemudian hari. Untuk mencegah kemungkinan serangan susulan oleh kelompok pelaku teror, ia mengusulkan agar pengamanan instalasi strategis negara, termasuk kantor-kantor kepolisian ditambah.
Ia juga menyarankan akan lebih baik jika napi kasus terorisme ditempatkan di Lapas dengan keamanan maksimum, seperti Lapas Batu dan Nusakambangan. “Ini untuk membatasi ruang gerak dan ruang komunikasi mereka,” ujarnya.
Charles mengapresiasi Polri yang sudah melakukan proses penegakan hukum dengan benar dan intensif dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Ia juga mengaku salut dengan tim negosiator yang sudah berhasil memmbaskan sandera Bripda Iwan Sarjana tanpa ada menimbulkan korban jiwa.
Senada, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mempertanyakan penguasaan senjata api para napi teroris di Mako Brimob, Depok yang berujung tewasnya lima anggota Brimob. “Masalah ini tentu harus diselidiki. Siapa yang membawa dan memberikan senjata tajam kepada para napi itu?” kata Bamsoet.
Penguasaan senjata tajam oleh para napiter itu, dinilainya menjadi pertanda bahwa sel para teroris di Rutan Mako Brimob belum menerapkan standar pengamanan ekstra maksimum.
Sebab, standar pengamanan ekstra maksimum diperlukan untuk membatasi interaksi napi dengan rekan mereka atau jaringan sel-sel teroris di luar rutan.
Belajar dari peristiwa kerusuhan ini, DPR mendorong Polri untuk memberlakukan pengamanan ekstra. “Tujuannya menutup kesempatan napi memiliki peralatan apa pun yang dapat digunakan untuk membobol rutan atau mengancam petugas rutan,” katanya.
Pengamanan ekstra itu juga berlaku bagi keluarga atau rekan para napi membatasi barang-barang bawaan saat melakukan kunjungan ke rutan. Bamsoet sangat prihatin dan menyampaikan dukacita bagi semua anggota Brimob yang gugur dalam kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada Selasa malam (8/5) malam.
DPR mendorong Polri mengevaluasi sistem pengamanan narapidana teroris, dan merekomendasikan agar diberlakukan pengamanan ekstra maksimum. DPR juga mengapresiasi tindakan Polri yang tepat atas drama penyenderaan 36 jam yang dilakukan terpidana teroris.
Aksi napi teroris ini berlanjut dengan menyandera salah seorang polisi yaitu Brigadir Kepala Iwan Sarjana. Lebih 1 x 24 jam, polisi belum bisa mengendalikan konsisi Rutan Mako Brimob. Hingga pukul 02.00 WIB, Kamis, 10 Mei 2018, pihak Polri masih bernegosiasi dengan napi teroris.
Proses negosiasi dengan napi teroris sampai Kamis dini hari dilakukan dengan alat bantu komunikasi yang diberikan tim negosiasi dari polisi. Cara ini dilakukan karena polisi belum bisa mendekat area blok yang dikuasai napi teroris.
Kengototan para napi teroris ini membuat proses negosiasi berlangsung lama, dan area Mako Brimob sejauh ini terus dijaga dengan pengamanan ketat. “Mereka (napi teroris) bersenjata. Ada juga yang memakai senjata tajam. Mereka (napi teroris) kuasai blok A,B, dan C. Kami pakai pendekatan persuasif dengan tim negotiator,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mako Berimob. (Hardianto/balipost)