ZHOUSHAN, BALIPOST.com – Dalam tiga dekade terakhir, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menunjukkan perkembangan yang sedemikian pesat. Ini tidak lepas dari keberhasilan reformasi dan keterbukaan di negara penganut paham sosialis tersebut.
Sekalipun, kendali atas pembangunan dan perekonomian tetap berada di tangan pemerintah. “Pemerintah pusat mengajukan ide pembangunan yang lain, yakni pelestarian lingkungan hidup dan bagaimana menjaga keseimbangan alam dengan proyek-proyek yang ada,” kata Mantan Kepala Pusat Studi Indonesia di Universitas Guangdong, Prof. Cai Jincheng, M.A. atau Prof. Gunawan saat mendampingi kunjungan media dari Bali ke dua provinsi di Tiongkok, 2-10 Mei lalu.
Menurut Gunawan, pengembangan Tiongkok tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan GDP. Tapi juga pemerataan kesejahteraan rakyat.
Negeri tirai bambu menyadari, gelimang harta dengan kondisi lingkungan yang berpolusi dan tercemar hanya akan menyiksa manusia itu sendiri. Oleh karena itu, Tiongkok juga memberikan subsidi bagi penggunaan mobil ramah lingkungan selain mempertahankan keberadaan hutan ataupun menanam pohon.
Sepeda motor listrik dan sepeda gunung bahkan telah menjadi keseharian masyarakat, disamping menaiki angkutan umum yakni bus elektrik. “Pemerintahan Tiongkok akan terus membangun suatu masyarakat yang lebih seimbang, makmur, dan sejahtera,m jelasnya.
Disisi lain, lanjut Gunawan, Tiongkok juga tidak segan belajar dari bangsa lain seperti Singapura, Eropa, bahkan Amerika. Namun, apa yang dipelajari tetap diintegrasikan dengan kondisi di dalam negeri.
Sebab, sesuai ajaran pendiri RRT, Mao Zedong, setiap hal mesti dilihat dari dua segi yakni positif dan negatifnya. “Kita pelajari keunggulannya saja, kelemahannya jangan. Tapi tetap diintegrasikan dengan kondisi masyarakat di dalam negeri,” imbuhnya.
Upaya pemerataan, antaralain dilakukan dengan pengembangan kawasan baru di daerah-daerah pinggiran. Seperti Kota Xiamen di Provinsi Fujian, yang kini perekonomiannya paling kuat dan lebih maju dari ibukota provinsi.
Kemudian, ada Kepulauan Zhoushan di Provinsi Zhejiang yang sejak tahun lalu ditetapkan sebagai kawasan bebas perdagangan. Dewan Negara (Kabinet) juga telah mengesahkan Zhoushan sebagai kawasan bebas pajak pada 29 September 2012.
Zhoushan merupakan pulau terluas keempat di Tiongkok dengan GDP 121,9 miliar yuan renmibi pada tahun 2017. Pulau ini menjadi pusat tangki-tangki minyak bumi, keluar-masuknya batu dan pasir besi impor, dan pusat metrokimia.
Ada pula daerah yang dijadikan kawasan kombinasi, tempat pengolahan bulu domba dan susu sapi bekerjasama dengan Australia, dan di pusat kota sedang dilakukan proyek pembangunan bandara, kereta api cepat, serta jembatan baru untuk menghubungkan Zhoushan-Shanghai hanya dalam waktu 1 jam.
Selain itu, sudah ada 5 jembatan menghubungan pulau-pulau yang keseluruhan panjangnya mencapai 50 km. Jembatan ini dibangun selama 10 tahun mulai 1999 hingga 2009 oleh SDM Tiongkok sendiri dengan dana 13 miliar yuan renmibi.
Tiongkok saat ini juga dikenal memiliki teknologi tertinggi dalam hal pembangunan infrastruktur di dunia. “Kawasan baru kepulauan Zhoushan dikerjakan secara baik karena memiliki keunggulan berupa pelabuhan dan lokasinya yang strategis. Ditambah keunggulan pada sumber daya alam, sangat penting dan berarti bagi perkembangan Tiongkok,” kata Prof. Gunawan.
Raksasa “Alibaba”
Wakil Dirjen Hubungan Internasional Provinsi Zhejiang, Peng Bo mengatakan, Zhejiang merupakan provinsi termaju dalam hal reformasi dan keterbukaan. Provinsi ini yang paling pertama membuka diri terhadap investor asing, dan menempati rangking terdepan untuk perdagangan dan investasi ke luar negeri.
Pengusaha lokalnya juga mampu bersaing di tingkat dunia. Sebut saja, Geely Auto, perusahaan otomotif pertama dan terbesar di Tiongkok yang berpusat di Taizhou, Zhejiang. Perusahaan ini didirikan Li Shufu, seorang petani yang mengawali bisnisnya dengan membuat suku cadang kulkas.
“Omzet ekspor impor dari Provinsi Zhejiang menempati porsi 12 persen dari 33 provinsi di Tiongkok. Kami berharap ke depan ada kerjasama antara Zhejiang dan Bali, serta Indonesia pada umumnya,” ujarnya.
Ibukota Zhejiang yakni Hangzhou, dikenal sebagai kota internet dan online lantaran masyarakat setempat tidak lagi bertransaksi dengan uang tunai. Tapi cukup hanya dengan menggunakan handphone.
Hangzhou juga merupakan markas dari raksasa e-commerce dunia saat ini yakni Alibaba Group. Alibaba yang didirikan oleh Jack Ma beserta 17 rekannya pada 1999 itu, kini mempekerjakan sekitar 50.000 staf. Amerika, Eropa, dan ASEAN merupakan pasar utama Alibaba.
Menariknya, Alibaba tetap bekerjasama dengan lembaga lain untuk membantu pengiriman logistik yang mencapai 50-60 juta barang per hari ke seluruh dunia. Dalam 20 tahun ke depan, Alibaba menargetkan bisa membantu sekitar 10 juta perusahaan kecil (UMKM), 2 juta konsumen, dan membuka 100 juta lapangan pekerjaan.
Tak jauh dari markas Alibaba, terdapat Dream Town yakni sebuah kecamatan yang khusus dikembangkan bagi mereka yang mempunyai ide kreatif untuk berwirausaha. Saat ini sudah ada 15 ribu orang di tempat itu yang mendapatkan bantuan modal dan tempat untuk mengembangkan usaha dari pemerintah.
Kebanyakan adalah anak-anak muda yang memiliki ide-ide out of the box. Sebagian bahkan sudah sukses dan pindah keluar untuk mengelola perusahaannya sendiri.
Padahal 5 tahun lalu, daerah di sekitar Alibaba di Distrik Yuhang termasuk Dream Town, merupakan sebuah desa. Di sana hanya ada sawah dan ladang. Namun kini, pemerintah telah menyulapnya sebagai kawasan maju dengan gedung-gedung bertingkat dan infrastruktur yang mengundang decak kagum. (Rindra Devita/balipost)