DENPASAR, BALIPOST.com – Ranperda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) mulai dibahas secara intensif antara Pansus XV DPRD Denpasar dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Seperti yang dilakukan, Senin (14/5), Pansus dengan PUPR melakukan rapat kerja untuk membahas ranperda dimaksud.
Dalam rapat kerja tersebut mengemuka bahwa luasan ruang terbuka hijau (RTH) publik jauh dibawah yang diamanatkan UU tentang Penataan Ruang. Kabid Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Denpasar Ir. I Gede Cipta Sudewa,MT.,pada rapat kerja yang dipimpin Ketua Pansus XV I Wayan Suadi Putra,ST., dan diikuti anggota Pansus mengungkapkan, ada regulasi yang berubah dalam menentukan RTH.
Bila sebelumnya sawah masih bisa dimasukkan dalam luasan RTH, dalam regulasi baru ini, sawah tidak bisa dimasukkan ke dalam RTH. Akibat kebijakan ini, luasan RTH publik di Denpasar sangat minim.
Karena berada jauh dibawah yang diamanatkan dalam UU Penataan Ruang, yakni 20 persen. Sedangkan Denpasar hanya memiliki 5,83 persen saja. “Kalau seperti ini, bisa jadi Perda RDTR kita tidak disetujui,” katanya.
Namun, masih ada peluang yang bisa digunakan untuk memperluas RTH di Denpasar. Salah staunya, yakni menetapkan sawah dijadikan status PL 1 atau penggunaan lain. Syaratnya, yakni harus ada peraturan yang menetapkan sawah ke dalam LP2B atau lahan pertanian pangan berkelanjutan. “Ini yang harus kita lakukan, untuk bisa memenuhi syarat luasan RTH,” jelasnya.
Selain itu, persoalan krusial yang mengemuka dalam peta dasar yang akan dijadikan dasar untuk Perda RDTR, yakni batas-batas wilayah yang belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi riil. Namun, peta dasar ini sudah mendapat persetujuan dan telah ditandatangani Kementerian terkait. “Luasan Kota Denpasar terkoreksi sekitar 272 hektar lebih, karena alat pengukuran yang digunakan sebelumnya, belum sedetail alat yang digunakan kali ini,” kata Cipta Sudewa.
Mendengar penjelasan tersebut, sejumlah anggota Pansus XV akan mengundang pihak-pihak terkait untuk meminta penjelasan terkait beberapa persoalan yang belum tuntas. Termasuk juga meminta penjelasan dari Pelabuhan Benoa tentang rencana induk pengembangan (RIP) pelabuhan tersebut. (Asmara Putera/balipost)