DENPASAR, BALIPOST.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat mayoritas kasus korupsi di Indonesia selalu melibatkan pengusaha. Itu sebabnya, KPK lantas membentuk Komite Advokasi di tingkat nasional dan Komite Advokasi Daerah (KAD) di tingkat provinsi termasuk Bali.
Keberadaan KAD diharapkan dapat mengakselerasi pencegahan korupsi, khususnya di sektor bisnis. “Dunia usaha sangat penting dalam pencegahan korupsi karena mayoritas kasus korupsi selalu melibatkan pengusaha, ini juga yang membuat dunia bisnis jadi sulit berkembang,” ujar Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Sujanarko disela-sela Rapat Koordinasi Pembentukan KAD Anti Korupsi Provinsi Bali, di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Rabu (16/5).
Menurut Sujanarko, sekitar 80% kasus korupsi yang diungkap KPK melibatkan para pelaku usaha, selain sektor publik atau instansi pemerintah. Modus yang dilakukan umumnya dalam bentuk pemberian hadiah atau gratifikasi dan suap menyuap.
Hal itu dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan penyelenggara negara, seperti dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan. “Hingga Desember 2017, KPK mencatat pihak swasta sebagai pelaku tindak pidana korupsi terbanyak yaitu sejumlah 184 orang dibandingkan pejabat eselon I/II/III sejumlah 175 orang, anggota DPR dan DPRD sejumlah 144 orang, atau kepala daerah sejumlah 89 orang,” paparnya.
Sujanarko menambahkan, korporasi atau perusahaan swasta bisa menjadi subjek hukum sejak Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan No.13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Sanksi dari aturan ini bisa berupa denda berat. Negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat telah lebih dulu menerapkan semangat corporate crime liability ini.
KAD awalnya dibentuk di 8 provinsi pada tahun 2017. Tahun ini, pembentukannya diperluas di 26 provinsi termasuk Bali. Komite ini dibentuk berdasarkan geografis dengan melibatkan KADIN dan regulator daerah. Kedua belah pihak, yakni regulator dan pelaku usaha dapat menyampaikan dan menyelesaikan bersama kendala yang dihadapi dalam menciptakan lingkungan bisnis yang berintegritas. (Rindra Devita/balipost)