NEGARA, BALIPOST.com – Menjelang arus mudik menuju Pulau Jawa yang diprediksi akan menumpuk di Pelabuhan Gilimanuk, sejumlah persiapan mulai dilakukan. Pihak pengelola Pelabuhan, ASDP Ketapang-Gilimanuk belum memastikan apakah akan menggunakan kapal “jumbo” yang bisa mengurangi antrean.
Manajer Operasional ASDP Gilimanuk, Heru Wahyono mengatakan untuk pengoperasian kapal jumbo (ukuran besar) menurutnya masih belum pasti. Ada beberapa faktor yang membuat kapal berkapasitas tiga kali lipat dari KMP yang biasa beroperasi di Ketapang-Gilimanuk itu.
Salah satunya, saat pengoperasian terutama saat bersandar mengganggu operasional kapal lainnya. Apalagi saat ini di dermaga Pelabuhan Ketapang sedang ada perbaikan. Pertimbangan lain adalah kapal yang beroperasi di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk masih cukup.
Total ada 56 unit kapal yang siap digunakan, namun nantinya maksimal hanya 32 kapal. “Kita akan maksimalkan waktu bongkar muat kapal yang ada, sehingga lebih cepat. Tapi kalau memang nantinya ada kebijakan menggunakan kapal jumbo itu, kita sesuaikan. Kita menunggu kebijakan dari pemerintah,” tandas Heru.
Dari pengalaman sebelumnya, kapal jumbo yang dioperasikan saat arus mudik seperti Portlink VII mampu menampung kendaraan lebih banyak baik roda dua (R2) maupun roda empat (R4). Namun karena bentuk kapal yang besar dan lebar, kapal hanya bisa bersandar di dermaga LCM (plengsengan) serta mengambil lebih banyak ruang. Hal itulah yang dikhawatirkan akan mengganggu operasional kapal lain terutama di dermaga LCM.
Selain kapal “jumbo,” pelayanan “buffer zone” (rest area ASDP) yang pada tahun lalu ditempatkan di tiga titik jalur mudik dari Soka, Tabanan hingga Cekik, Gilimanuk juga masih menunggu keputusan ASDP Pusat. Buffer zone ditujukan untuk memecah konsentrasi pemudik agar tidak menumpuk di Pelabuhan.
Di titik ini, para pemudik juga bisa memesan tiket, mengisi manifest dan beristirahat sebelum masuk Pelabuhan. Tahun sebelumnya, tiga titik di Jalan Denpasar-Gilimanuk digunakan untuk buffer zone yakni di Soka, Tabanan, Lapangan Candikusuma, Melaya dan Cekik, Gilimanuk. (Surya Dharma/balipost)