Prof. I Ketut Widnya, Selasa (22/5) diadili kasus pemalsuan surat. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Prof. I Ketut Widnya, Selasa (22/5) didudukan di kursi pesakitan PN Denpasar. Dia diadili atas perkara dugaan pemalsuan surat berkaitan dengan pemilihan Bandesa Adat Serangan. Saat duduk di kursi pesakitan, terdakwa didampingi penasehat hukumnya Putu Wirata Dwikora.

Sementara JPU Darmawan dan Dewa Lanang Arya didepan majelis hakim pimpinan H. Amin Ismanto, S.H., M.H., didampingi hakim anggota Wayan Kawisada dan Esthar Oktavi, awalnya membacakan dakwaanya. JPU Darmawan mengatakan persoalan yang menjerat terdakwa bukan soal korps surat. Namun isi surat tersebut. Di mana terdakwa Prof. Widnya yang dipercaya menjabat Penua Kertha Desa Serangan diduga membuat surat yang pada pokoknya semua warga terdiri dari enam banjar menyetujui adanya pemilihan Bandesa Adat Serangan. “Padahal dari enam banjar, hanya dari dua banjar yang menyetujuinya,” ucap Darmawan.

Baca juga:  Devil Tear Makan Korban, Warga Tiongkok Tewas Saat Selfie

Dalam perkara ini, terdakwa kemudian dijerat pasal 263 KUHP. Untuk membuktikan dakwaanya, JPU dari Kejari Denpasar langsung menghadirkan saksi-saksi. Di antaranya saksi kelian banjar, majelis madya dan juga saksi Made Sedana bandesa adat terpilih saat itu.

Majelis hakim dalam persidangan menanyakan pada para saksi terkait peran terdakwa sebagai Penua Kertha Desa. Selain itu digali juga soal mekanisme pemilihan, serta awig-awig desa setempat, khususnya soal masa jabatan, mekanisme pemilihan, termasuk soal panitia.

Baca juga:  Dari Sejumlah Mahasiswa Kedokteran Unud Dievakuasi hingga Aktivitas Subduksi Zona Megathrust Guncang Mentawai

Dalam sidang majelis hakim juga menanyakan mengapa di saat bandesa masih menjabat, sudah diadakan pemilihan. Dasar dan alasannya apa. Sehingga, majelis hakim menanyakan ke saksi sejumlah kelian adat, apakah dengan pemilihan itu ada pihak yang dirugikan. Saksi pun mengatakan ada, yakni bandesa yang masih menjabat saat itu.

“Ini seperti kudeta, karena jabatan belum habis. Kok tiba-tiba ada surat. Jadi ada dualisme bandesa di sana (Made Mudana Wiguna dan Made Sedana),” tandas ketua majelis hakim H. Amin Ismanto.

Baca juga:  Kembalikan Kerugian Negara Rp 1,7 Miliar, Mantan Kepala LPD Kapal Dituntut Lima Tahun

Sementara saksi bandesa adat terpilih saat itu, Made Sedana dalam kesaksiannya mengatakan dia terpilih Mei 2014. Dia mengatakan saat itu ada dua banjar tidak setuju adanya pengukuhan bandesa adat lama, yakni Made Mudana Wiguna (sekarang sudah almarhum) untuk menjadi bandesa adat. Dan saat pemilihan, dia mengaku memenangkan dan dijadikan Bandesa Adar Serangan. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *