DENPASAR, BALIPOST.com – Gedung Unit V Kantor Gubernur Bali yang terbakar pada 13 Februari lalu tidak bisa mendapatkan asuransi dengan pertanggungan maksimal. Pasalnya setelah di tes, kerusakan yang terjadi hanya 52,72 persen.
“Memang gedung tersebut telah diasuransikan pada PT. Asuransi Bangun Askrida Cabang Denpasar dengan pembayaran premi per tahun sebesar Rp 5.473.045, dengan nilai pertanggungan sebesar Rp 6.628.830.000 apabila kerusakan kebakaran mencapai 100 persen,” ujar Kabid Pengelolaan Aset, BPKAD Provinsi Bali, Ketut Adi Saskara dikonfirmasi, Rabu (23/5).
Akan tetapi, lanjut Adi, kerusakan gedung akibat kebakaran hanya 52,72 persen sesuai hasil tes kelayakan bangunan pasca kebakaran dari tim adjuster PT. Askrida Pusat dan hasil Hammer Test dari Universitas Udayana dan Dinas PUPR Provinsi Bali. “Maka setelah pembahasan beberapa kali dengan pihak Pemprov Bali, besaran klaim ditetapkan sebesar Rp 3,5 miliar,” imbuhnya.
Menurut Adi, gedung Unit V untuk sementara akan direhab sesuai hasil rapat Tim TAPD pada 21 Mei lalu. Rehab diutamakan pada perbaikan atap memakai dana klaim asuransi Rp 3,5 miliar.
Sementara untuk perbaikan bagian yang lain dan kebutuhan sarana prasarana, anggarannya akan diusulkan pada APBD Perubahan 2018 dan APBD Induk 2019.
Seperti diberitakan sebelumnya, kebakaran terjadi di gedung Unit V Kantor Gubernur Bali sekitar pukul 17.30 wita pada 13 Februari lalu. Tepatnya setelah Rapat Pleno Terbuka terkait pengundian nomor urut pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bali 2018 yang digelar KPU Bali di Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur. Lokasi gedung yang terbakar berada di belakang Gedung Wiswa Sabha.
Kebakaran utamanya meludeskan lantai 3 gedung yang menjadi ruangan Biro Pemerintahan dan sebagian lantai 2 yang merupakan ruangan Biro Hukum dan HAM.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebelumnya mengungkap bila gedung-gedung di Kantor Gubernur Bali belum dilengkapi alat-alat seperti sprinkler dan smoke detector. Sprinkler atau alat yang bisa mengeluarkan air ketika terdeteksi ada api dan pendeteksi asap baru dipasang di gedung-gedung baru. Seperti misalnya Kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan di Jl. WR. Supratman, Denpasar.
“Sprinkler tidak ada, smoke detector tidak ada. Gedung-gedung kita semua begitu. Demi keamanan, harus ada smoke detector. Jadi kalau ada asap, dia alarm, dan langsung putus semua aliran (listrik) dan air mengalir. Ini kan tidak ada. Kecuali gedung baru barangkali, yang di Dinas Pertanian, yang baru-baru dibangun,” ujarnya.
Menurut Pastika, memang sudah ada alat pemadam kebakaran ringan seperti tabung hydrant. Namun banyak juga yang tidak bisa menggunakannya karena tidak pernah dilatih. (rindra/balipost)