JAKARTA, BALIPOST.com – DPR resmi mengesahkan RUU revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Sebelum pengesahan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto selaku pimpinan rapat mempersilakan Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme Muhammad Syafii menyampaikan laporan hasil pembahasan dan poin perubahan pada RUU Antiterorisme. Rapat dipimpin lengkap pimpinan DPR. Sedangkan dari pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna. H Laoly.
Syafii menjelaskan ada penambahan subtansi dalam RUU Antiterorisme untuk menguatkan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pertama, menurut Syafii adanya perubahan signifikan terhadap sistematik UU Nomor 15 Tahun 2003 yaitu menambah bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan dan soal peran TNI yang semua merupakan pasal-pasal baru.
Hal baru lainnya adalah menambah pasal tentang perlindungan bagi korban aksi terorisme secara komprehensif, berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan korban meninggal dunia, pemberian restitusi, dan kompensasi.
“Menambah ketentuan definisi terorisme, dengan perumusan melalui mekanisme musyawarah mufakat, seluruh fraksi di DPR RI menyepakati definisi terorisme,” kata Syafii.
Selain itu, RUU Antiterorisme juga memuat poin penambahan hukuman bagi pelaku teror di Indonesia yang melibatkan anak-anak. Ini tertuang dalam Pasal 16 A, pasal ini disisipkan dari Pasal 16 dan Pasal 17. “Setiap orang yang melakukan tidak pidana terorime dengan melibatkan anak hukuman pidananya ditambah satu pertiga,” Syafii.
Syafii menyatakan definisi terorisme sudah disepakati. Yaitu “Perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungqn hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.”
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly berharap Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) bisa digunakan seluruh pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi masalah terorisme secara bertanggungjawab.
“Kami harap ini bisa digunakan secara bertanggung jawab oleh Polri, Densus 88, BNPT dan nanti TNI bersama-sama. Juga jaksa kalau dia akan menuntut dan hakim kalau dia akan memutus,” ujar Yasonna.
Menurutnya, UU Antiterorisme telah memberikan kewenangan bagi aparat penegak hukum untuk menindak dalam konteks upaya pencegahan aksi terorisme. Dengan demikian, setiap orang yang terbukti melakukan perbuatan persiapan atau merencanakan aksi teror dapat ditindak oleh aparat penegak hukum.
“Kita harap juga UU ini bisa mencegah atau mengurangi setidak-tidaknya, tindak pidana terorisme, karena sudah diberi kewenangan untuk menindak dalam upaya pencegahannya. Jadi kalau ada perbuatan persiapan, semua sudah bisa dimungkinkan oleh UU ini,” kata Yasonna.
Ia memastikan setelah proses pengesahan di DPR, Presiden Joko Widodo segera menandatangani RUU Antiterorisme kemudian diberi nomor oleh Kementerian Hukum dan HAM dan secepatnya diundangkan dalam Lembaran Negara.
BNTP Jadi Leading Sector
Lembaga lain yang gembira dengan UU baru Antiterorisme ini adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebab, BNPT akan menjadi leading sector yang mengkoordinir setiap institusi yang terlibat dalam penanggulangan aksi terorisme di Indonesia.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius menjelaskan pihaknya sedang menyiapkan beberapa draf perpres yang akan diusulkan ke presiden terkait beberapa aspek yakni kontra radikalisasi, deradikalisasi, dan kesiapsiagaan nasional. Perpres juga akan mengatur pelibatan TNI.
“Nanti perpres kita persiapkan. Perpres yang sudah kita persiapkan mengenai masalah kontra radikalisasi, deradikalisasi, dan kesiapsiagaan nasional, kita sudah berproses, sudah dalam penyusunan,” kata Suhardi.
BNPT nantinya akan berperan sebagai koordinator dari seluruh institusi yang terlibat dalam penindakan terorisme. “BNPT leading sector dari seluruhnya. Kalau terkait operasi militer Koopssusgab terkait penindakan oleh TNI itu nanti ya. Akan ada keputusannya sendiri mengenai itu dalam perpres. Tunggu saja,” ujarnya.(hardianto/balipost)