Daha Tenganan Pegringsingan melakukan tradisi meayunan yang digelar usai Makare-kare, Kamis (7/6). (BP/gik)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Seru dan tegang. Dua kata ini mampu menggambarkan ekspresi para daha yang mengikuti tradisi meayunan di Desa Tenganan Pegringsingan.

Tegang, bukan hanya bagi daha yang meayunan. Ratusan pengunjung yang melihat langsung di lokasi, juga tak kalah tegang. Soalnya, ayunan dari rakitan kayu itu berputar-putar kencang. Apalagi, saat ada bagian rakitan kayu yang tiba-tiba copot. Sontak membuat daha yang melihatnya teriak ingin segera mengakhiri putaran ayunan itu.

Pemandangan seperti ini hanya dapat dilihat setiap tahun sekali. Ritualnya digelar setelah pelaksanaan tradisi Mekare-kare atau Perang Pandan. Seperti pada Kamis (7/6).

Sebelum acara digelar, di pinggir ayunan sudah ada belasan daha cantik berpenampilan klasik khas Tenganan Pegringsingan. Belasan daha berbusana nyaput rangrang ini menyita perhatian.

Pengunjung dibuat larut dalam suasana desa tua, melihat klasiknya para daha ini, diiringi dengan heningnya alat musik selonding di dekatnya. Momen seperti ini selalu menjadi buruan puluhan fotografer dari berbagai belahan dunia.

Baca juga:  Dari Pelajar SMA Tewas Saat Menarikan Rangda hingga Gelombang Tinggi Tenggelamkan Ponton di Nusa Penida

Setiap gerak-gerik daha, selalu jadi momen mahal untuk diabadikan. Jangankan bergerak, lirikan matanya pun jadi fokus lensa para fotografer profesional ini. Itu karena kekhasan daha Tenganan Pegringsingan, tak akan pernah ditemukan di sudut desa manapun di Bali.

Proses meayunan sangat menegangkan. Satu ayunan diisi delapan orang daha. Ayunan diputar kencang oleh dua hingga empat orang truna di bagian kiri dan kanan. Ekspresi daha beragam.

Ada yang santai karena sudah terbiasa. Ada yang begitu ceria, ada pula yang tegang hingga takut, karena baru pertama kali ikut meayunan, hingga degdegan karena rakitan kayu ayunannya yang sudah tua. “Degdegan sih awalnya. Tapi di awal saja. Setelah itu, nikmati saja,” ujar salah satu daha, Dwika Mahayani.

Daha lainnya, seperti Triana Darmayanti, mengaku kerap degdegan, karena putaran ayunannya terlalu keras. “Awalnya degdegan, tapi ya pegang erat saja ayunannya. Pasrahkan saja, yakin tidak akan terjadi apa-apa,” katanya.

Baca juga:  Belasan Kabupaten/kota Luar Jawa-Bali akan Jalani PPKM Darurat

Total ada lima ayunan berjejer dari selatan ke utara di palemahan utama Desa Tenganan Pegringsingan. Tetapi, dalam pelaksanaannya, usai Mekare-kare, Kamis, hanya tiga ayunan yang dimanfaatkan. “Kalau sekarang daha mengenakan saput rangrang. Kalau keseharian biasanya pakai kamben gantih. Kadang juga pakai kain gringsing. Tergantung upacaranya apa. Jadi, riasannya juga berbeda,” imbuh Dwika Mahayani, saat ditanya mengenai busananya yang berwarna kuning, lengkap dengan kain gringsing yang sangat menarik itu.

Meayunan ini bukan sekadar bermain. Ini menjadi bagian dari pelaksanaan aci Usaba Sambah di Desa Tenganan Pegringsingan. Tradisi ini termasuk sakral, sehingga selalu harus dilaksanakan.

Salah satu tokoh masyarakat, Putu Yudiana, mengungkapkan meayunan ini mengandung makna bahwa seperti bumi berputar, hidup manusia pun demikian. Kadang di atas, kadang di bawah. Sehingga, melalui pelaksanaan tradisi ini, desa menanamkan filsafat itu, agar senantiasa mengedukasi daha, akan berputarnya kehidupan ini.

Baca juga:  Pemprov Bali Umumkan Pemenang Lomba Ogoh-Ogoh Tahun 2022

“Diputarnya ayunan ini merupakan simbol kehidupan yang terus berputar. Kadang kita berada di bawah, kadang di atas,” ujar Perbekel Desa Tenganan Pegringsingan ini, saat ditemui di sela-sela pesangkepan adat di Bale Agung.

Setiap tahun, mekare-kare dilaksanakan dua kali. Tetapi, pelaksanaan yang kedua selalu terlihat lebih menarik, karena tempat Perang Pandan dilengkapi dengan stage. Selain itu, Mekare-kare di hari kedua merupakan hari puncak Usaba Sambah itu sendiri, sehingga pasti akan lebih ramai oleh pengunjung. Sehingga lebih terlihat magis.

Setelah dilaksanakan kemarin, rencananya Mekare-kare di hari kedua atau puncak Usaba Sambah, akan digelar Jumat (8/6), sekitar pukul 13.30 wita. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *