Umat melaksanakan persembahyangan saat perayaan Kuningan. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Selain keunikan sembahyang di kuburan (setra), hari raya Kuningan Sabtu (9/6) di Buleleng juga diisi oleh warga menggelar upacara “naur sesaon.” Upacara ini wajib dilaksanakan bagi setiap warga Desa Panji yang sudah menikah ke luar desa atau bahkan kawin dengan warga negara asing (WNA).

Upacara ini merupakan warisan turun temurun yang sudah diatur dalam dresta awig-awig Desa Pakraman Panji, Kecamatan Sukasada. Warga yang akan naur sesaon itu bertepatan dengan Tumpek Kuningan.

Krama menggelar upacara ngebeken yang jatuh setiap Kuningan. Warga yang naur sesaon itu baik perempuan dan laki-laki menghaturkan banten peras pejati di jeroan pura.

Baca juga:  Inovasi Siswa SMPN 3 Denpasar, Dari Rompi Antipeluru hingga Casing HP Antiradiasi

Banten itu dihaturkan oleh pemangku yang ditugaskan melayani umat dalam persembahyangan Kuningan. Setelah menghaturkan banten itu, warga yang naur diwakili oleh laki-laki menghaturkan punia dan dicatat langsung oleh prajuru desa. Besarnya punia itu dahulu Rp 20.000 dan saat ini diubah menjadi Rp 30.000.

Kelian Desa Pakraman Panji, Kecamatan Sukasada I Gusti Ketut Susila Darma mengatakan, upacara naur sesaon ini merupakan dresta dalam awig-awig desa pakraman. Siapapun warga yang sudah kawin keluar desa pantang untuk melanggar dresta turun temurun itu.

Baca juga:  "Bali Maritime Tourism Hub" Diplot Jadi Lokasi Kegiatan Sampingan G20

Satu kepercayaan yang melekat di setiap warga adalah kalau belum naur sesaon bisa saja keluarga bersangkutan akan mengalami hal-hal negatif. Dia mencontohkan, hal negatif itu seerti menderita sakit tertenu hingga kehidupan keluarga yang kurang harmonis. “Kalau bukti yang lihat langsung belum pernah, tapi warga sendiri yang sudah mempercayai pantangan itu. Kalau berani melanggar, maka dampaknya kembali menjadi resiko di keluarga itu sendiri,” katanya.

Baca juga:  Lemah, Regulasi Pencegahan Paham Radikalisme di Dunia Maya

Menurut Susila, dari banten atau punia yang dibayar setiap keluarga yang menikah keluar Desa Panji tidak memberatkan setiap laki-laki. Namun di balik dresta itu, dipercaya sebagai media memohon tuntunan dan kerahayuan setiap pribadi yang sudah menikah ke luar desa, bida hidup harmonis. “Walaupun sudah naur, namun warga kami percaya setiap Piodalan Tumpek Kuningan akan tetap nangkil, untuk memohon kerahayuan dan keharmonisan dalam bubungan keluarga,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *