SINGARAJA, BALIPOST.com – Krama subak di tiga desa bertetangga di Kecamatan Seririt dan Gerokgak keberatan karena irigasi terganggu akibat dmapak proyek pembangunan perumahan. Irigasi yang dibangun oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida di Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt itu ditutup dengan dak beton kemudian di atasnya diurug untuk kepentingan proyek perumahan.
Akibatnya, saluran menyempit. Dikhawatirkan pasokan air irigasi terganggu serta mengancam ratusan hektar lahan pertanian di tiga desa bertetangga itu. Irigasi ini sejak lama mengairi sawah di tiga desa bertetangga yakni Desa Banjarasem (Kecamatan Seririt), Tegallengga dan Desa Tukad Sumaga (Kecamatan Gerogak).
Kelian Subak Pangkung Kunyit, Made Darmawan mengatakan, irigasi utama berada di saluran sekunder Tukad Saba di Desa Banjarasem. Dia mengaku, irigasi mengairi sawah di Subak Pangkung Kunyit Desa Banjarasem, Subak Buluh Desa Tukad Sumaga, Subak Tegallenga, dan sawah di beberapa subak lain.
Sejak adanya pengembang perumahan, lebar saluran irigasi sekitar 2,5 meter telah ditutup dengan dak beton kemudian di atasnya diurug. Panjang irigasi yang ditutup sekitar 30 meter.
Di tengah-tengah irigasi, dipasang tiang beton dengan ukuran sekitar 40 kali 40 centimeter untuk menopang plat beton. Pemasangan tiang beton ini membuat lebar irigasi menyempit.
Di bagian atas plat beton telah diurug tanah, dijadikan areal perumahan. Bentuk irigasi itu pun yang tadinya terbuka menjadi terowongan. “Perjanjiannya pengembang sepakat membongkar beton dan mengembalikan lagi kondisi irigasi seperti biasa, tapi sampai sekarang dibiarkan, sehingga ini membuat krama keberatan,” katanya.
Menrut Darmawan, akibat penutupan itu, petani dari di ketiga desa bertetangga sudah melayangkan protes kepada pengembang karena pasokan air mengecil. Mereka juga khawatir tidak dapat pasokan air seperti biasanya, ketika terowongan itu tersumbat sampah atau pendangkalan.
Berdasar kesepakatan yang difasilitasi pihak perbekel dan Kecamatan Seririt, pihak pengembang menyanggupi mengembalikan irigasi ke kondisi semula dengan membongkar plat beton. Kesepakatan itu ditandatangani pada Desember 2017. “Keberatan kami sudah disampaikan dan minta waktu dua hari untuk menyampaikan ke pemilik perumahan. Tetapi sampai saat ini belum ditindaklanjuti,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Buleleng Ketut Suparta Wijaya mengatakan, pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk menegur termasuk membongkar beton penututp saluran irigasi tersebut. Ini karena, jaringan tersebut merupakan aset Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Walau begitu, pihaknya berjanji akan memfasilitasi krama subak bertemu dengan BWS. (Mudiarta/balipost)