TABANAN, BALIPOST.com – Tabanan saat ini sedang menerapkan agribisnis berbasis kearifan lokal dan pariwisata dikawasan Nikosake (Nira, Kopi, Salak dan Kelapa). Program ini sedang menyusun materi, perincian dan perencanaan untuk membentuk Perda.
Setelah melakukan Focus Discussion Group selama dua kali, lima desa yang masuk dalam kawasan Nikosake diharapkan mengetahui potensinya dan membuat program serta desain yang jelas serta mendetail. Salah satu desa yang masuk dalam kawasan Nikosake adalah Desa Munduk Temu Pupuan.
Dalam bersiap melaksanakan program ini, pihak Desa mengajak masyarakat untuk sama-sama menyukseskan program tersebut. Perbekel Munduk Temu, I Nyoman Wintara, Selasa (19/6) mengatakan desa Munduk Temu saat ini sedang menyiapkan pendukung untuk program kawasan wisata Nikosake.
Salah satunya membentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyambut program ini. Salah satu kesadaran masyarakat yang ditingkatkan adalah menjaga ekosistem alam dan kebersihan lingkungan.
Untuk langkah ini pihak desa dinas bekerjasama dengan desa adat telah membuat perarem mengenai sampah. “Jadi di desa sudah kami tumbuhkan kesadaran memilah sampah organik dan non organik dalam hal ini sampah plastik. Sudah kami kerjasamakan juga dengan pihak ke-3 untuk pengambilan sampah plastik ini,” jelas Wintara.
Bagi yang membuang sampah sembarangan lanjut Wintara akan dikenakan denda terutama bagi warga yang tinggal di Desa Pekraman Munduk Temu dikenakan denda Rp 250 ribu dan untuk Desa Pekraman Kebon Jero Rp 100 ribu. Sementara untuk desa Dinas dibandingkan denda, sanksi yang diberikan adalah sanksi sosial dimana foto pelaku yang membuang sampah sembarangan akan di upload di medsos milik desa.
Di samping sanksi dan pemilahan sampah, pihak desa juga menanamkan kebiasaan menjaga kebersihan pada anak-anak dengan program Lisa (Lihat Sampah Ambil) yang dilaksanakan setiap hari libur. Selain sampah, dalam menjaga ekosistem Desa Munduk Temu juga mengeluarkan aturan untuk menjaga populasi burung punglor.
Dimana aturan berupa pembatasan pengambilan anak burung ini dari alam setiap lima tahun sekali. Aturan ini berlaku mulai tahun 2018 dan akan kembali diterapkan di tahun 2023.
Persiapan lain yang sedang dalam proses pelaksanaan adalah penataan sungai serta penataan kebun buah seperti salah gula pasir milik petani sehingga nanti bisa dijadikan lokasi wisatawan melakukan swafoto maupun melakukan aktivitas petik buah secara langsung. Untuk luas perkebunan sendiri, Desa Munduk Temu memiliki perkebunan seluas 1200 ha.
Selain salak gula pasir, produk perkebunan yang menjadi andalan Desa Munduk Temu adalah kopi. Dimana untuk pengembangan kawasan wisata Nikosake nanti, pihaknya menyiapkan aktivitas petani kopi mulai dari pembibitan, panen dan mengolah kopi hingga siap saji sebagai daya tarik wisatawan. Untuk pendanaan dalam mewujudkan ini lanjut Wintara tentu akan ada dana desa. “Tetapi dana desa ada keterbatasan dan untuk itu kami mohonkan ke APBD,” ujarnya. (Wira Sanjiwani/balipost)