Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tidak banyak masyarakat tahu bahwa beberapa obat memiliki efek samping. Bahkan efek samping yang ditimbulkan bisa sangat fatal.

Seperti misoprostol, pada awalnya dipakai untuk obat maag. Kemudian diketahui bisa menimbulkan kontraksi rahim pada wanita hamil. Untuk itu, pengawasan peredaran obat-obatan jenis ini harus diawasi dengan ketat agar tidak menimbulkan korban.

Apoteker sekaligus Dosen Farmasi Universitas Udayana Made Ary Sarasmita, S.Farm, M.Farm.Klin, Apt., mengatakan, beberapa obat memang memberi efek samping. Seperti efek ketagihan karena mengandung zat adiktif atau zat-zat yang disebut dengan prekursor farmasi. Seperti pseudoefedrin, efedrin, dextromethorpan.

Baca juga:  BPOM Sudah Izinkan Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun, Bali Tunggu Juknis

“Maka untuk menjamin keamanannya di masyarakat dari hulu sudah ada pengawasannya. Misalnya untuk pembuatan obat yang baik kemudian ketika membuat secara masal dan diedarkan, ada ijin edar dari BPOM pusat. Kemudian untuk distribusinya pun juga memakai pedoman CDOB (cara distribusi obat yang baik). Para distributor wajib mematuhi CDOB ini,” bebernya.

Sementara itu Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt., mengatakan, BBPOM tidak mengawasi penyalahgunaan obat, tapi pencegahan dengan mengawasi sarananya. “Kan sudah ada aturannya, kita tidak tahu bagaimana penggunaan obat itu setelah dibeli. Kita hanya mengawasi distribusi, produksi,” tandasnya.

Baca juga:  Kasus Tipikor BUMDes Banjarasem Mandara, Penyidik Periksa Sejumlah Saksi

Menurutunya jika distribusi dilakukan dengan benar, ia yakin obat tidak akan disalahgunakan. “Contohnya resep dokter, itu kan pasti digunakan di rumah sakit. Lain lagi dengan narkoba, di bidang kedokteran zat narkoba digunakan untuk pengobatan, tapi masyarakat penyalahgunakan,” ujarnya.

Untuk itu harus ada komitmen stakeholder lain seperti BBPOM, Dinas Kesehatan, asosiasi profesi dalam hal ini IAI, profesi kedokteran, dll. “Jadi kita sudah diatur UU dan peraturan Kemenkes dan peraturan BPOM,” imbuhnya.

Baca juga:  Kumulatif Positif COVID-19 di Denpasar Capai 40 Kasus

Obat merupakan komoditi khusus yang diatur secara ketat. Terutama yang paling ketat adalah narkotika, psikotropika termasuk obat keras. Obat tersebut tidak boleh diberikan tanpa resep dokter. Karena antara racun dan obat beda tipis. Salah menggunakan, maka akan menjadi racun. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *