AMLAPURA, BALIPOST.com – Kebahagiaan mempunyai momongan, seketika berubah jadi duka bagi pasangan suami istri Komang Cheri Astika Yasa dan Ni Kadek Sumartini. Kelahiran anak pertama pasutri asal Banjar Dinas Kebung, Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen ini, tidak normal seperti bayi lainnya.

Bayi mungilnya lahir dengan kondisi cacat di kepala, hingga mempengaruhi pertumbuhan organ tubuh lainnya. Tiga tahun berlalu, kondisi sang bayi bernama Gede Agus Mahardika ini malah semakin memburuk hingga cacat total.

Ditemui di rumah sederhananya, Senin (25/6), pasutri ini nampak bingung melihat kondisi anaknya. Sambil bercucuran air mata, sang ibu menceritakan bahwa kondisi anaknya mengalami cacat fisik sudah diketahui saat masih dalam kandungan. “Waktu umur kandungan 7 bulan, saat di USG, dokter bilang bayi saya seperti tanpa kepala,” kata Sumartini.

Baca juga:  Pemilu 2024, Pemilih Terbanyak di Karangasem dari Milenial

Hasil demikian disampaikan dokter, karena saat itu kepalanya tumbuh sangat kecil. Jauh, dengan perkembangan kaki, tangan, badan dan organ tubuh yang lain, yang terlihat tumbuh normal.

Diduga, saat masih dalam kandungan, bayinya tak memperoleh asupan gizi yang cukup, karena situasi sulit di dalam keluarga. Sehingga berdampak pada bertumbuhan kepalanya.

Meski demikian, Sumartini mengaku sempat optimis, akan ada mukzizat ketika kelahirannya tiba. Sehingga, dia memilih tetap mempertahankannya di dalam kandungan.

Tetapi, saat lahir tepat sehari menjelang Hari Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2015, dokter mengatakan kepalanya bayi lembek karena pertumbuhannya lambat. Waktu itu, beratnya cukup baik, yakni sekitar 3 kg.

Baca juga:  Terdakwa Korupsi LPD Belusung Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan

Karena tak memiliki biaya, kedua orangtua Gede Agus merawatnya dengan kondisi keluarga apa adanya. Namun, satu tahun pertama, pertumbuhan fisik anaknya begitu lamban. Hal serupa terjadi di tahun kedua dan ketiga. Kepalanya masih lembek dan kecil.

Kakinya lumpuh, telinganya tuli dan matanya pun tak bisa melihat. “Kami sudah berusaha keluar dari masalah ini. Ke dokter hingga pengobatan alternatif. Tetapi, tetap saja tak ada perkembangan. Kami bingung,” ujar ayahnya, Astika Yasa.

Belum bisa keluar dari masalah anaknya, pasutri ini yang sehari-hari bekerja sebagai petani penggarap ini, kembali diterpa musibah. Kini giliran sang kakek terserang stroke. Praktis, pasutri ini menanggung beban berat untuk menghidupi anak yang cacat dan merawat sang kakek yang terserang stroke. Mereka bingung harus mencari biaya dimana, karena pekerjaan mereka hanya sebagai petani penggarap.

Baca juga:  Overstay Hampir 2,5 Tahun, Kakak-Adik Asal Maroko Dideportasi

Melihat permasalahan ini, Tim Kecamatan Sidemen, bergerak cepat turun mengecek ke rumah pasutri ini, Senin. Melihat realita demikian, koordinator tim, I Nengah Suarya, mengatakan pihaknya langsung berkoordinasi dengan pihak terkait, untuk sekadar membantu meringankan beban keluarga kurang mampu ini.

Terutama, untuk membantu pengobatan sang anak, agar memiliki masa depan cerah. Keikutsertaannya dalam program pemerintah seperti KIS, masih dicek oleh petugas kecamatan. Pihaknya juga mempersilahkan bagi relawan kemanusiaan dan lembaga sosial lainnya yang ingin hendak membantu, agar langsung menyalurkan bantuan ke rumahnya atau berkoordinasi dengan Tim Kecamatan Sidemen. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *