JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden Joko Widodo meminta semua pihak tidak melupakan aspek penelitian dan pengembangan (research and development) dalam mengelola pertanian. Hal ini mengingat anggaran yang dikeluarkan untuk riset ini di dalam APBN cukup besar yaitu Rp 26 triliun.
Pernyataan ini disampaikan Presiden dalam sambutannya saat peresmian pembukaan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) tahun 2018, di Istana Negara, Kamis, (28/6). “Saya setuju research and development yang kita sudah bertahun-tahun banyak melupakan ini. Kita sekarang 1 hektare masih berapa ton? 5,5 rata-rata nasional. Negara lain sudah 1 sampai 2 kali lipat yang kita miliki. Padahal anggaran riset sudah besar sekali, tidak hanya untuk petani, untuk lainnya. Rp26 triliun. Saya tanya jadinya apa? Nggak ada yang jawab. Itu yang akan kita benahi,” ungkap Presiden Jokowi.
Selain anggaran penelitian, Kepala Negara juga menyinggung anggaran yang digelontorkan ke desa melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi harus diawasi agar tepat sasaran. “Dana desa lompatannya besar sekali, sampai tahun ini, berarti 4 tahun, sudah digelontorkan Rp187 triliun, (dengan rincian) Rp 20 triliun, Rp 47 triliun, Rp 60 triliun, Rp 60 triliun. Sudah, dihitung sendiri bener nggak Rp187 triliun? Ini sebuah angka besar sekali, tapi petani harus bisa mengawasi ini digunakan untuk apa,” ucap Presiden.
Ia mencontoh, satu desa bisa dapat dana hingga Rp1 miliar. Penggunaan dana desa ini, lanjut Presiden, harus semuanya diawasi dan bisa tepat sasaran. “Misalnya untuk infrastruktur, irigasi, dibuat jalan produksi di sawah. Misalnya jembatan yang akan mempercepat proses transportasi. Ke depan ini akan memberikan efek besar produksi di Indonesia,” lanjutnya.
Presiden Jokowi juga mengingatkan pentingnya Diversifikasi Produk Presiden Joko Widodo mengimbau kepada para petani agar tidak hanya berfokus kepada padi saja sehingga komoditas lain yang memiliki nilai tambah lain juga harus dikembangkan. “Saya sudah sampaikan kepada Mentan, kita jangan konsentrasi kepada padi. Ada komoditas lain yang memiliki nilai tambah lain juga harus kita kembangkan. Misalnya kopi. Siapkan bibit yang baik untuk ditanam Kopi karena permintaan kopi di Indonesia 20-an persen, dunia juga mirip-mirip angkanya seperti itu. Ini kesempatan untuk kita karena permintaan naik. Kalau permintaan naik maka harga pasti juga baik,” kata Kepala Negara.
Ia juga menganjurkan para petani untuk juga menanam rempah-rempah. Sebab, menurutnya alasan utama penjajah dulu datang ke Indonesia adalah karena rempah-rempah. “Tanam juga rempah-rempah. Dulu kita dijajah karena terkenal rempah-rempah kita. VOC dulu ke sini karena itu. Tapi sekarang itu sudah lama kita lupakan. Tahun lalu saya minta ke Mentan untuk ini dikembalikan lagi. Sebagai negara rempah-rempah Indonesia ini. Entah di Maluku, Maluku Utara, atau daerah lain. Jangan lupakan itu. Jangan kehilangan konsentrasi kita,” imbuhnya. (Hardianto/balipost)