Salah satu kelompok seniman pentas di PKB 2018. (BP/dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Erupsi gunung agung seringkali hanya dianggap sebagai bencana yang merugikan masyarakat. Terutama sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali. Padahal, masih ada nilai-nilai positif yang bisa diambil dari bencana alam. Sanggar Seni Semara Wijaya, Duta Kabupaten Karangasem di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-40, menunjukkan sisi positif itu dalam tembang girang berjudul “Labuh Sekar Ing Tohlangkir”.

“Artinya, hujan bunga di Gunung Agung. Erupsi gunung agung jangan hanya dilihat dari dampak negatifnya saja karena ada juga dampak positifnya. Seperti menyuburkan tanah, dan mengikat tali persaudaraan di pengungsian,” ujar Ketua Sanggar, I Gede Bawa Setiawan disela-sela lomba tembang girang di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali, Senin (2/7).

Baca juga:  #ObamaAjaPiknikKeBali Ingin Menikmati Keindahan Alam Ubud 

Bawa menuturkan, “Labuh Sekar Ing Tohlangkir” memang terinspirasi dari erupsi Gunung Agung pada akhir 2017 lalu. Bencana alam tersebut mengharuskan masyarakat di Karangasem bergegas untuk mengungsi. Inilah yang kemudian dijadikan latar percakapan dalam tembang girang. Yakni, sekumpulan remaja yang bertemu di pengungsian. Lalu membahas dampak yang ditimbulkan akibat letusan Gunung Agung.

“Kita kemas secara ringan. Tema PKB tahun ini kan api. Gunung Agung mengeluarkan lahar yang juga api, bagaimana dari api ini akan menciptakan hal-hal yang ke arah positif nantinya,” jelasnya.

Baca juga:  Antisipasi Banjir Bandang, Jembatan Penyaringan Dinaikkan 1 Meter

Dialog seperti “Cara jani gunung agung meletus, lahar ane pesu uling kawahe suba pasti lakar ngaba material, ada bias kerikil, batu. Yen bli lakar ngae umah, pastika lakar nganggo ento,” menjadi salah satu media untuk menunjukkan sisi positif itu.

Terlebih, disampaikan pula bahwa material tersebut nantinya akan dinikmati anak cucu di masa mendatang.

Ada pula percakapan (mebligbagan) untuk membangkitkan semangat para pengungsi agar tidak lagi bersedih dan tetap sabar menjalani hidup. “To tulih nyaman-nyaman iraga di pengungsian mekejang pada nyalanang swadarmane. Ada ngulat ata, ada ngukir, ada ngae katik sate muah ane len lenan”, begitu salah satunya.

Baca juga:  Dikaji Penyesuaian Tarif Retribusi Pasar di Buleleng

Sekali waktu juga menyindir berita hoax terkait erupsi Gunung Agung di media sosial. Masyarakat pun diminta untuk lebih bijak, karena berita hoax merugikan pula sektor pariwisata.

Seperti namanya, tembang girang tidak saja menampilkan percakapan. Tapi juga pupuh yang ditembangkan pengwacen, lalu diartikan oleh paneges seperti dalam pesantian. Antalain Pupuh Dangdang, Pupuh Ginada, Pupuh Sinom, Pupuh Semarandana, Pupuh Pangkur, dan Pupuh Durma. (rindra/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *