DESA Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung telah ditetapkan sebagai desa wisata tujuh tahun lalu. Namun hingga kini tak terlihat ada perubahan signifikan. Status desa wisata terkesan sebatas label. Apakah yang menjadi kendala pengembangannya?
Menuju desa ini butuh waktu sekitar 30 menit dari Kota Semarapura. Dalam perjalanan, mata akan dimanjakan dengan hamparan persawahan yang sangat luas. Sangat kental dengan suasana perdesaan. Jauh dari hirup pikuk, menyatu dengan udara sejuk. Di desa ini terdapat Pucak Jati.
Dari sini, lebih luas lagi terlihat Klungkung daratan hingga laut. Termasuk petak-petak sawah di Desa Selisihan, Klungkung. Nampak rapi dengan pematang yang serupa. Ada yang sudah memasuki masa panen. Ada pula yang masih tertanami padi dan cabai. Menunjukkan warna-warni serasi. Menoleh ke utara juga nampak perbukitan. Berwarna hijau, sebagai tanda alam masih perawan. Terlihat pula Gunung Agung, Karangasem yang diselimuti awan tipis. Menjulang tinggi, menunjukkan keagungan.
Hanya beberapa meter dari tempat parkir ke selatan, terdapat Pura Pucak Jati yang disakralkan masyarakat setempat. Pura yang berornamen ukiran ini nampak klasik. Benar-benar terlihat mataksu dengan dikelilingi pepohonan nan rindang. Saat berkunjung, bertemu dengan seorang warga lokal. Komang Sujana Yasa namanya. Ia pun rela membagi waktu untuk sedikit bercerita.
Belakangan, sejumlah wisatawan telah datang ke Pucak Jati. Tak hanya lokal, tetapi juga asing. Mereka menikmati alam sembari cycling. “Sering yang kesini. Sekalian melihat pemandangan dari pucak,” tuturnya, baru-baru ini. Potensi alam itu, oleh desa terus dipromosikan. Beberapa fasilitas juga sudah dibangun, diantaranya akses jalan, maupun bangunan beton sebagai lokasi melihat panorama. “Ini dikembangkan terus. Pembangunam fasilitas juga sudah ada,” katanya.
Perbekel Timuhun, I Putu Arsana mengatakan penetapan sebagai desa wisata sudah berlangsung 2011. Namun tak dimungkiri, perkembangannya masih terbilang lambat. Penataan belum bisa dilakukan secara maksimal. Anggaran menjadi kendala. Desa memang menerima dana dari pemerintah pusat. Namun itu masih difokuskan untuk merealisasikan kegiatan lain yang lebih mendesak. Pembangunan jalan usaha tani salah satunya. “Anggaran yang masih jadi persoalan. Mudah-mudahan ada perhatian dari pemerintah,” jelasnya.
Soal akses, menuju ke objek wisata sudah ada jalan lingkar. Tinggal pemolesan saja supaya kondisinya semakin baik. Selain potensi alam, aktivitas seni budaya di desa ini masih terpelihara baik. Itu bisa disinergikan dengan pariwisata. “Untuk pelaku pariwisata juga banyak di desa. Mereka yang bawa tamu,” katanya.
Tokoh masyarakat setempat, Wayan Buda Parwata mengatakan sentuhan pemerintahan dalam penataan sangat diperlukan. Kedepan juga direncanakan pembangunan patung Hanoman menghadap ke arah Gunung Agung yang menjadi maskotnya Desa Timuhun.
Pria yang juga sebagai anggota DPRD Klungkung ini menilai pengembangan desa wisata strategis sebagai salah satu penggerak perekonomian desa. Adanya kunjungan, masyarakat akan mendapat peluang untuk membuka usaha penunjang.
Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, I Nengah Sukasta menyebutkan sejauh ini belum ada kucuran dana untuk desa wisata. Pihaknya baru sebatas melakukan pembinaan kepada pengelola. “Untuk Timuhun belum ada rencana penataan. Tahun ini kami baru membuat beberapa perencanaan saja. Kami juga mendorong masyarakat untuk bisa menggali potensi desa secara mandiri,” tandasnya. (sosiawan/balipost)