Arief Budiman. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Dengan aturan tersebut, eks koruptor tak bisa menjadi calon anggota legislatif. Ketua KPU Arief Budiman mempersilahkan pihak-pihak yang merasa keberatan mengajukan gugatan dengan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA). Langkah ini dinilai Arief sebagai solusi untuk menghindari perdebatan.

“Kalau dianggap melanggar pasti akan dibatalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ruangnya di Mahkamah Agung, bagi orang-orang yang nggak setuju silakan di-judicial review ke MA. Enggak usah diperdebatkan,” ucap Arief Budiman di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/7).

Baca juga:  Pilbup Jembrana 2020, Sejumlah Nama Non Partai Bermunculan

Penegasan disampaikan Arief mengingat penolakan PKPU ini mendapat penolakan dari tga institusi terkait yaitu pemerintah, Komisi II DPR RI, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketika lembaga itu memiliki alasan penolakan sama yaitu karena PKPU Larangan Napi Korupsi bertentangan perundangan di atasnya yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Ketentuan itu bukan hanya berlaku bagi napi korupsi tapi juga bandar narkoba dan kejahatan seksual anak seperti tercantum pada Pasal 7 ayat 1 huruf h PKPU itu berbunyi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi. Aturan tersebut mulai diberlakukan sejak tanggal ditetapkan pada Sabtu (30/6).

Baca juga:  Pendaftaran DCS Dimulai, Sejumlah Parpol di Gianyar Masih Berburu Caleg

Dengan penetapan ini maka ketentuan tentang larangan eks koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa diterapkan pada masa pendaftaran bakal caleg mendatang. Adapun pendaftaran bakal calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota untuk Pemilu 2019 akan dibuka mulai empat hingga 17 Juli 2018.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan sebagai penyelenggara pemilu, tidak berarti Bawaslu harus selalu sepaham dengan KPU. Sikap penolakan Bawaslu karena PKPU tentang pencalegan itu tidak ada cantolan hukumnya di UU Pemilu.”Itu kan produknya KPU. Sikap kami sudah bisa ditangkap, sikap kami beda dengan KPU,” tegas Abhan.

Baca juga:  Sekedar Penuhi Kuota, Caleg Perempuan Minim Pengetahuan Politik

Oleh karena itu, Abhan mempersilakan parpol yang calegnya ditolak KPU untuk menggugat ke Bawaslu. Dia menegaskan siap memproses gugatan yang masuk ke Bawaslu dan akan menyesuaikan gugatan itu dengan UU Pemilu. “Bawaslu siap memproses gugatan parpol yang calegnya ditolak KPU. Gugatan akan disesuaikan dengan UU Pemilu. Termasuk bandar narkoba dan predator seksual. Kita akan proses kasus per kasus,” jelas Abhan.

Lebih jauh, Abhan menegaskan Bawaslu tetap berpegang bahwa PKPU yang sudah diterbitkan dan diberlakukan oleh KPU belum resmi berlaku karena belum mendapat persetujuan pemerintah. “Yang jelas dari kami, seluruh peraturan di bawah UU harus diundangkan,” tegasnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *