Erupsi Gunung Agung. (BP/istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Kobaran api di lereng timur dan utara Gunung Agung, mengakibatkan kepanikan warga. Sejak malam kemarin, warga di kaki Gunung Agung berbondong-bondong turun menjauhi lereng gunung.

Satu di antara mereka harus meregang nyawa, karena kaget melihat kobaran api yang sangat besar. Dia adalah Ni Nyoman Konder (49), warga Banjar Dinas Bonyoh, Desa Ban, Kecamatan Kubu.

Peristiwa itu persis terjadi saat kobaran api sangat besar bergerak dari puncak Gunung Agung ke lereng utara dan timur, Senin malam, sekitar pukul 21.00 wita. Dia yang tinggal di wilayah KRB III, harus bergegas mengungsi ke tempat aman.

Baca juga:  Perketat Pengamanan Tekan Penyebaran COVID-19, Badung Pantau Puluhan CCTV dan Pintu Masuk

Saat itu, suami korban I Komang Gati (51) mengatakan dia awalnya mendengar warga sekitar berteriak histeris terkait erupsi Gunung Agung. Kaget dengan teriakan itu, korban langsung keluar rumah untuk memastikan situasi Gunung Agung.

Pada saat itu, korban melihat Gunung Agung telah erupsi dengan mengeluarkan lontaran lava pijar yang membakar hutan. Korban mengira itu adalah lelehan lava yang mengalir melalui lereng gunung utara dan timur, persis di sekitar wilayahnya di Desa Ban.

Baca juga:  Kasat Narkoba Polres Metro Jaktim Ditemukan Tak Bernyawa di Stasiun Jatinegara

Diduga karena korban panik dan terkejut melihat situasi demikian, korban langsung pingsan di halaman rumahnya. “Dia sempat kami larikan ke Rumah Sakit Pratama, namun, istri saya sudah dinyatakan meninggal. Diduga kena serangan jantung,” kata Gati, ditemani anak kandungnya di I Nyoman Urip (32).

Kapolsek Kubu, AKP I Made Suadnyana, membenarkan adanya peristiwa ini. Menurutnya, korban saat itu shock, melihat kobaran api yang begitu besar di dekat rumahnya. Pihaknya memastikan tidak ada unsur lain dari tewasnya korban. Sebab, keluarganya juga menyatakan demikian.

Baca juga:  Bali Berlakukan Pungutan Wisman Mulai 14 Februari 2024, Ini Alasannya

Saat ini, situasi di Kecamatan Kubu berangsur-angsur kondusif. Tetapi suara gemuruh terus terdengar. Seperti dari Desa Dukuh, suara gemuruh terdengar sampai ke kantor desanya. Sebagian masyarakat memilih bolak balik ke rumah, ketimbang berdiam diri di pengungsian. “Siang tadi barusan erupsi lagi. Warga saat siang sebagian balik ke rumah. Saat malam, baru mereka berkumpul ke tempat yang aman, seperti di kantor desa masing-masing,” kata Suadnyana, Selasa (3/7) tadi. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *