Jika ingin hidup layak di Bali, kata banyak orang jadilah warga Kabupaten Badung. Maklum kabupaten ini termasuk terkaya di Bali, baik dari segi PAD maupun penerimaan keuangan pusat ke daerah. Bayangkan saja selain pasien mendapat tunjangan, keluarga penunggu pasien pun mendapatkan tunjangan.
Jadilah, banyak warga Badung dengan KTP Badung, namun domisilinya di Denpasar. Mereka ikut menikmati fasilitas di luar daerah, dengan pertanggungan kesehatan ada di Badung.
Namun, pendapatan daerah dan keuangan daerah di Bali bisa dikatakan masih timpang. Tidak berimbangnya keuangan daerah ini membuat sejumlah daerah tak mampu mengejar kabupaten dan kota yang maju. Ibarat di dalam rumah tangga kalau sektor ekonomi sudah unggul kita mau belanja dan membangun apa saja bisa.
Tercatat Kabupaten Bangli yang keuangan daerahnya paling minim. Bangli masih kalah dengan Karangasem yang dikenal sebagai daerah lahar. Sementara daerah lain mampu tampil dengan keuangan daerah yang memadai. Inilah salah satu masalah yang kita temukan dalam penerapan desentralisasi. Sistem ini akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom.
Sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU No. 33 tahun 2004 adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Menurut UU No. 33 tahun 2004, dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi vertikal (center region) dan horizontal (region-region) imbalance antardaerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dampak pengeluaran pemerintah terhadap kondisi makro ekonomi di kabupaten/kota di Bali dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan pemerataan hasil pembangunan daerah. Namun, perlu dipertanyakan manfaat riilnya apakah perekonomian cenderung meningkat, diikuti dengan penyerapan jumlah pengangguran di daerah.
Di Bali, angka pengangguran per 2017 tercatat 2.469.104 orang. Sedangkan angkatan kerja tercatat 2.352.466 orang alias bertambah 6.065 orang dibandingkan tahun lalu. Sementara BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Bali triwulan I 2017 mencapai 5,75. Untuk itu diperlukan laju pertumbuhan yang lebih besar lagi untuk mendorong kinerja ekonomi makro daerah.
Kedua, bisa dilihat dari aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi antardaerah masih terjadi di Bali. Ketiga, dilihat dari ketenagakerjaan. Di Bali, terjadi ketidakseimbangan antara angkatan kerja dengan lapangan kerja yang tercipta sehingga menimbulkan masalah pengangguran. Pengangguran yang semakin besar akan menjadi beban perekonomian daerah dan mengurangi kesejahteraan masyarakat.
Cara lain yakni berdasarkan indikator kesejahteraan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bali tetap berada di atas rata-rata nasional yakni 73,27. Ini artinya selama pelaksanaan desentralisasi fiskal di kabupaten/kota di Bali, pertumbuhan ekonomi daerah sangat bervariatif dan belum maksimal dalam mengentaskan problem ekonomi dan sosial.