DENPASAR, BALIPOST.com – Wayang wong khas Desa Adat Kerobokan, Kuta Utara, Badung akhirnya bangun dari tidur panjangnya. Kesenian ini cukup lama terlelap sejak 1964 silam, setelah ditinggal tutup usia para pemainnya.
Hampir tak ada regenerasi, kalau saja Sanggar Seni Majalangu tak berinisiatif untuk melakukan rekonstruksi. Sampai akhirnya wayang wong khas Kerobokan bisa dipentaskan di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-40, Kamis (5/7).
“Kami melakukan proses rekonstruksi selama 4 bulan,” ungkap Ketua Sanggar Seni Majalangu, I Made Agus Adi Santika disela-sela pementasan di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali.
Menurut Agus, tidak ada kesulitan yang berarti saat mencari pemain. Terlebih, sanggar pimpinannya itu berawal dari himpunan para seniman di desa adat Kerobokan.
Tantangannya justru terletak pada materi pementasan. Dalam hal ini, mencari kekhasan wayang wong di Kerobokan karena memang berbeda-beda di setiap daerah.
“Kami cari sampai ke Buleleng, di Carangsari, dan kami mencari juga dari seniman-seniman tua yang masih hidup, bagaimana sih wayang wong khas Kerobokan itu,” kenangnya.
Agus menambahkan, tidak mudah untuk membangkitkan lagi kesenian yang pernah ada. Kevakuman yang cukup lama, membuatnya seperti kehilangan jejak.
Dikatakan, wayang wong muncul di Kerobokan sekitar tahun 1920. Ditandai dengan lahirnya sebuah Sekaa wayang wong di Jero Gede Kelodan, Kerobokan, sebelum akhirnya ‘tidur’ pada 1964.
Wayang wong khas Kerobokan merupakan satu dari dua wayang wong yang tersisa di Badung. Satu lagi ada wayang wong khas Bualu yang juga baru direkonstruksi. “Makanya dengan rekonstruksi ini, harapan kami bisa membawa sebuah semangat baru pada seniman kami,” jelas Ketua Listibya Kecamatan Kuta Utara ini.
Agus berharap, wayang wong khas Kerobokan yang sudah direkonstruksi dapat menjadi ikon pariwisata di desa setempat. Bulan September ini juga akan ditampilkan dalam Festival Petitenget.
Selain itu, himpunan seniman di Kerobokan juga telah bersepakat untuk membuat pakem wayang wong khas desa itu. Termasuk mempertahankan keberadaannya ditengah perkembangan jaman. (Rindra Devita/balipost)