NEGARA, BALIPOST.com – Kebijakan penambahan kelas pada SMP 1 Negeri Negara pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini berdampak keras pada sejumlah SMP swasta di zonasi itu. Harapan sejumlah SMP swasta untuk mendapatkan murid pupus lantaran murid yang sebelumnya diproyeksikan tercecer tertampung di SMP Negeri. Bahkan salah satu SMP swasta hingga Senin (9/6) hanya mendapatkan dua murid.
Seperti yang terjadi di SMP Nasional Negara di Dauhwaru. Dua siswa yang kemarin sedang menjalani pengenalan lingkungan sekolah ini nampak sangat antusias. Kendati belum resmi menggunakan seragam SMP, dua remaja ini terlihat sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekolah. Bahkan mereka seolah tak menghiraukan situasi dalam satu kelas tempat mereka belajar itu hanya ada mereka berdua duduk dalam satu bangku. Sementara bangku-bangku sekeliling mereka di ruangan kelas yang cukup luas itu kosong. Kedua siswa ini juga seksama mendengar penjelasan dari guru yang berdiri tepat didepan mereka duduk.
“Dua siswa ini murid kami kelas tujuh (VII). Meskipun demikian kami masih membuka penerimaan siswa,” ujar Bidang Kesiswaan SMP Nasional Negara, Ni Luh Sumarini.
Jumlah siswa dalam PPDB tahun ini merupakan yang terkecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejatinya sekolah lanjutan tingkat pertama ini menyediakan dua rombongan belajar (rombel) untuk satu jenjang kelas. Namun dari tahun ke tahun hanya satu rombel itupun sangat-sangat ramping. Bahkan sejatinya tidak masuk minimal jumlah rombel.
Total jumlah siswa kelas VIII dan IX saat ini 15 siswa. Namun kendati jumlah siswa sedikit, tak menyurutkan niat sekolah swasta ini mengadakan kegiatan belajar mengajar. “Justru kami lebih intens memberikan pelajaran pada siswa,” tambahnya.
Secara tidak langsung minimnya murid di swasta ini merupakan dampak dari penambahan kelas di zonasi tersebut. Sebenarnya, dari kalkulasi jumlah lulusan SD dibandingkan dengan jumlah SMP Negeri ada kelebihan sekitar 50 siswa. Artinya sistem zonasi ini sempat memberikan harapan khususnya sekolah-sekolah swasta menerima murid di zona tersebut. Namun, harapan tersebut pupus setelah muncul kebijakan penambahan kelas di SMP Negeri.
Kondisi hampir serupa juga dialami SMP Swastika Karya Jembrana. Sekolah lanjutan yang berada di jantung Kota Negara ini dari tahun ke tahun juga hanya mendapatkan kurang dari minimal satu rombel. Sedikit lebih beruntung, sekolah ini hingga kemarin baru mendapatkan sembilan siswa. Itupun hampir sebagian besar bukan siswa lokal (asli Jembrana). Mereka merupakan siswa yang berasal dari luar Jembrana dan luar Bali yang tinggal di Panti Asuhan.
Sedangkan untuk kelas IX ada 17 siswa dan kelas VIII 18 siswa. “Masih banyak bangku yang kosong. Memang itulah kondisinya, terserap musnah. Sebenarnya akar masalah dari tahun ke tahun sama. Penambahan kelas, murid (SMP Negeri),” terang Kepala Sekolah SMP Swastika Karya, Fransiskus S. Pramono Hadi.
Bila sekolah swasta dituntut untuk berbenah dan meningkatkan prestasi, tidak dapat dipungkiri semua bergantung dari input. Meskipun sekolah juga dibantu dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), belum menjamin. “Dengan jumlah murid sembilan seperti ini misalnya. Satu siswa taruhlah dapat (BOS) satu juta pertahun. Jadi sembilan juta, untuk operasional setahun dalam satu kelas,” terangnya.
Pola yang terjadi saat ini menurutnya justru kurang membuat anak menghargai proses belajar. Berbeda dengan sebelumnya, siswa ada greget mengikuti proses belajar dengan target NEM.
Terkait PPDB khususnya SMP tahun ini, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Dikpora) Jembrana, I Putu Eka Suarnama mengatakan jangankan di swasta, di sejumlah SMP Negeri juga mengalami kekurangan murid dari kuota yang ditentukan. Tahun ini memang menggunakan sistem zonasi seperti yang dilakukan di provinsi dan menurutnya sistem ini sudah bagus. SMP swasta sedikit mendapatkan siswa dikarenakan memang jumlah lulusan SD sedikit. Penambahan kelas yang dilakukan di SMP Negeri 1 Negara itu menurutnya tidak melanggar karena memang ketersediaan ruang belajar dan fasilitas cukup. Namun, Dinas menurutnya akan melakukan evaluasi kembali terkait sistem ini. “Pertama masalah kartu keluarga (KK), kita akan data anak-anak SD yang lulus tahun depan,” terangnya. (surya dharma/balipost)