DENPASAR, BALIPOST.com – Parade Topeng Panca Klasik masih berlanjut di Kalangan Ratna Kanda Taman Budaya Bali, Rabu (11/7). Sebelumnya telah tampil Sanggar Seni Citta Wistara Duta Kabupaten Karangasem, Sanggar Samgraha Budaya Duta Kabupaten Buleleng, dan Sekaa Topeng Gurnita Kanti Duta Kota Denpasar. Merupakan giliran Sekaa Shanti Werdi Gita yang pentas di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-40 itu.
Penampilan Duta Kabupaten Tabanan ini menjadi menarik dengan kehadiran penari topeng termuda di Sekaa tersebut. Dialah I Made Adi Wiguna, yang juga putra seniman I Wayan Juana Adi Saputra alias Dadong Rerod. Adi Wiguna yang berusia 18 tahun ini membawakan tiga tarian sekaligus. Yakni, topeng keras, topeng tua dan topeng arsa wijaya.
“Kalau saya sudah tertarik dengan topeng dari dulu waktu awal belajar menari,” ujarnya yang mulai menari sejak TK ini.
Topeng jauk adalah tari topeng yang pertama yang dikuasainya. Baru kemudian mempelajari topeng keras, topeng tua, dan topeng lainnya. Adi mengaku lebih banyak berlatih secara mandiri, disamping dilatih langsung oleh sang ayah. Ada banyak kesulitan yang dihadapinya selama berlatih. Terutama soal penjiwaan, karena setiap penari topeng harus tahu bagaimana karakter masing-masing topeng.
“Misalkan topeng keras, kerasnya agak manis atau keras banget. Seperti tadi, saya menjiwainya tidak terlalu keras tapi agak manis.
Kalau topeng tua, saya menjiwainya sedikit sulit karena umur saya masih muda,” kata mahasiswa ISI Denpasar ini.
Selain masalah umur, lanjut Adi, ia juga harus mengendalikan setiap gerakan agar bisa merefleksikan seorang lelaki tua. Sebagai contoh, dengan berjalan agak pelan dan ada semacam tekanan pada gerakan tertentu. Namun, memperhatikan gerak-gerik orang tua saja tidak cukup. Sebab, tari topeng tua juga memiliki pakem yang harus dipatuhi. Antaralain pedum karang, agem kanan dan agem kiri.
“Bisa saja kita memperhatikan gerakan orang tua begitu, tapi tetap pakai pakem kita menari. Kesulitannya seperti itu, kita harus menjiwai,” jelasnya.
Menurut Adi, tari topeng memang lebih banyak dibawakan untuk yadnya di Pura. Alasan inilah yang mendorongnya mau terus menekuni kesenian tradisional itu. “Kalau menurut saya lebih baik kita ke tradisi karena ini budaya kita. Kita harus melestarikannya. Boleh saja nari kontemporer tapi ini jangan dilupakan. Artinya kita perlu belajar ini untuk kedepannya,” tandasnya. (rindra/balipost)