GIANYAR, BALIPOST.com – Ubud berulangkali meraih predikat yang membanggakan di dunia. Bahkan, desa yang dijuluki Kampung Turis ini, tercatat menduduki posisi keempat sebagai kota terbaik di dunia.
Sayangnya, di balik prestasi yang membanggakan Indonesia ini, Ubud masih menghadapi persoalan infrastruktur. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, A.A. Bagus Ari Brahmanta, Minggu (15/7), dengan berbagai raihan selama ini seharusnya Ubud bisa mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat.
Pejabat yang akrab disapa Gung Ari ini mengatakan dalam ajang World’s Best Awards, Travel+leisure merilis hasil survei 15 kota terbaik di dunia. Dalam survei itu Ubud berhasil meraih peringkat keempat, dengan San Miguel de Allende (Meksiko) pada posisi pertama, Oaxaca (Meksiko) pada posisi ke dua dan Udaipur (India) pada posisi ketiga. “Kalau tahun sebelumnya dalam ajang yang sama, Ubud berada di posisi kesembilan dalam daftar kota terbaik dunia,” katanya.
Ia mengutarakan Ubud dipandang sebagai destinasi yang sarat akan kesenian dan budaya lokal, terlebih di Ubud terdapat banyak candi. “Ubud juga sangat menyatu dengan alam, bahkan Ubud juga dipandang sebagai pusat kebudayaan Bali,” ujarnya.
Di balik besarnya gengsi yang diraih Ubud, pemerintah Indonesia sendiri justru kurang memberi perhatian. Kondisi ini terlihat dari infrastruktur yang masih banyak rusak, contoh saja catus pata Ubud sebagai tempat berkumpulnya wisatawan yang ingin mengunjungi Puri Ubud dan Pasar Seni Ubud.
Paving di catus pata ini sudah rusak parah. Bahkan dari awal dibangun, sekitar tahun 2000-an hingga kini belum pernah mendapat perbaikan. “Maka itu Ubud harus mendapat perhatian, karena beberapa permasalahan seperti kemacetan, infrastruktur, kebersihan serta gangguan sosial lainnya seperti gepeng,” ujar pejabat asal Ubud ini.
Diakui Pemkab Gianyar sendiri sudah berulang kali mengajukan bantuan ke pemerintah pusat. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut. Sementara pemerintah daerah hanya bisa melakukan perbaikan sebisanya, seperti perbaikan trotoar yang menjadi jalur Kabupaten. “Kalau yang masuk jalur pusat ini kan tidak bisa dikerjakan pemkab, Seperti yang di catus pata,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)