DENPASAR, BALIPOST.com – Ibarat gelindingan bola salju, anggaran belanja daerah di Bali pasti akan terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah provinsi khususnya gubernur harus memiliki jiwa enterpreneur.
Yakni mulai memikirkan sumber pendapatan lain atau jangan hanya mengandalkan pendapatan dari pajak kendaraan saja. “Kalau bicara belanja, membangun, itu tidak akan habis-habisnya dana yang diperlukan. Nanti akan tambah besar. Kalau sekarang tidak punya pemikiran bagaimana caranya pendanaan dan hanya mengandalkan yang konvensional semacam itu saja pasti mentok,” ujar Ketua Pansus Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017, I Gede Kusuma Putra usai Rapat Paripurna di DPRD Bali, Senin (16/7).
Menurut Kusuma Putra, pajak kendaraan seperti PKB dan BBNKB yang terus digenjot justru akan berdampak pada kemacetan. Itu artinya, Bali juga akan semakin krodit dengan kendaraan bermotor. Dampak negatif ini mesti diantisipasi dengan mencari sumber-sumber pendapatan baru.
“Dulu sekali saya sudah bicara, kita punya lahan bagus, duit ada. Kenapa tidak bikin hotel yang menghasilkan. Tapi yang dikelola secara profesional agar setiap tahun ada hasilnya, karena tanah kita tempatnya strategis. Aset kita triliunan lho, Rp 4 triliun lebih yang tidak bergerak. Terutama di tanah,” jelas Politisi PDIP ini.
Kusuma Putra menambahkan, kas Pemprov sebesar Rp 400 miliar saja bisa menghasilkan deposito diatas Rp 50 miliar per tahun. Jadi, aset tidak bergerak khususnya tanah yang nilainya triliunan itu mestinya bisa menghasilkan lebih banyak lagi.
Kendati, pihaknya mengakui memang kerap ada kendala dari segi aturan. Misalnya aturan dalam sewa aset, pemda hanya boleh mengontrakkan maksimal 5 tahun. “Siapa yang mau kontrak 5 tahun untuk investasi besar-besaran? yang begitu harus diterobos, apakah dilakukan kerjasama sehingga mereka lebih berani untuk investasi atau mungkin kita yang investasi,” terang Sekretaris Komisi II DPRD Bali ini.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan, Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali sebetulnya tidak berhenti mengupayakan penghasilan dari pajak selain PKB dan penghasilan non pajak. Dengan harapan, pendapatan Pemprov bisa terus bertambah sehingga belanja daerah juga bisa meningkat.
“Tapi sesungguhnya kalau kita menggunakan APBD itu dengan efektif, efisien, fokus, sebenarnya cukup koq uang kita. Dulu, waktu saya pertama jadi gubernur tahun 2008, APBD kita Rp 1,4 triliun. Sekarang Rp 6,6 triliun, masak kurang? Artinya cukup, jadi jangan bilang belanja modal sedikit,” ujarnya.
Menurut Pastika, hibah yang difasilitasi dewan sebetulnya adalah belanja modal semua. Hanya sedikit yang dialokasikan untuk upacara, karena selebihnya hibah itu dipakai untuk membeli baju pecalang, membangun pelinggih, dan membuat penyengker. “Kalau dilihat judul hibah, seolah-olah uang itu habis jadi ‘air’, tidak. Hibah itu justru semuanya jadi barang. Kalau kita lihat (total hibah) hampir Rp 1 triliun, 75-80 persen sebenarnya belanja modal,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)