DENPASAR, BALIPOST.com – Ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-40 menampilkan kesenian jegog khas Bumi Makepung di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali, Selasa (17/7). Kesenian itu dibawakan dengan apik oleh Sekaa Tingklik Jegog Suara Bajra Murti dari Banjar Masean, Desa Batuagung, Jembrana.
Sekaa yang berdiri sejak 9 April 2007 ini membawakan 6 garapan. Yakni, tabuh trungtungan “Lawat Sungsang”, Tari Makepung, tabuh klasik “Jaran Dauk”, tari kreasi “Tumut Mangigel”, tabuh kreasi “Talikunda”, dan jejogedan “Bajang Girang”.
Garapan “Lawat Sungsang” terbilang unik seperti artinya yakni bayangan yang terbalik secara vertikal dari refleksi cermin cekung. Jika diamati, pengulangan pada bagian pengawak dan pengecet dilakukan secara terbalik atau nyungsang.
Jadi, tidak seperti pengulangan komposisi pada umumnya. Berbeda halnya dengan garapan “Talikunda” yang justru mengalir begitu saja tanpa ada pengulangan. Ini sesuai dengan arti dari tabuh kreasi tersebut, yakni saluran yang sengaja dibuat untuk mengalirkan air dari sungai ke sawah.
Garapan lainnya juga tak kalah menarik karena menggambarkan bagaimana kearifan di Banjar setempat, maupun di Jembrana umumnya. Seperti tari makepung yang diciptakan maestro jegog, I Ketut Suwentra dari Sangkaragung, Jembrana. Tarian ini menampilkan gerak makepung atau atraksi pacuan kerbau khas kabupaten tersebut.
Kemudian jejogedan yang terinspirasi dari aktivitas para remaja di Banjar Masean usai membantu orangtuanya memetik hasil panen di ladang. Di Banjar itu, masyarakat setempat mayoritas memang bertani dan berkebun. Para remaja berkumpul menari dengan riang gembira sebagai ungkapan rasa syukur karena hasil panen yang melimpah.
Sementara tabuh “Jaran Dauk” yang dulu digarap Nyoman Ridya (alm), menceritakan tentang kuda jantan berbulu abu-abu. Pada waktu-waktu tertentu, kuda ini mengeluarkan suara khas dan menjadi suatu pertanda tertentu.
Koordinator Sekaa, Ida Bagus Komang Anom mengatakan, jegog dengan ciri khas mebarung hanya ada di Jembrana dan tidak ada di kabupaten lain. Namun demikian, kesenian ini sudah dipentaskan di berbagai daerah bahkan hingga ke luar negeri.
“Di Jepang ada, di Paris (Perancis) ada. Dulu ada maestro jegog yang istrinya orang Jepang. Dia punya gamelan di sana, jadi saat mau pentas cukup membawa kru saja dari sini,” ujarnya.
Untuk kelestarian jegog kedepan, Anom berharap ada perhatian lebih dari pemerintah. Terutama untuk anggaran, karena alat musik jegog yang terbuat dari bambu umurnya rata-rata tidak lebih dari 6 bulan. Bahan baku bambu juga harus didatangkan dari kabupaten lain, yakni Tabanan.
Penata Tabuh, I Wayan Artika mengatakan, Sekaa Tingklik Jegog Suara Bajra Murti berawal dari keinginan para pemuda di Banjar Masean dan seniman muda di Jembrana yang ingin melestarikan seni budaya leluhur. Awalnya hanya untuk mebarung antar Sekaa, sampai di tahun 2017 ditunjuk mewakili Kecamatan dan keluar menjadi juara. Dari sanalah kemudian Sekaa ini mendapat kesempatan untuk tampil di PKB atas dukungan Banjar setempat dan Pemkab Jembrana. (rindra/balipost)