JAKARTA, BALIPOST.com – Founding and CEO The Ary Suta Center (ASC), I Putu Gede Ary Suta mengakui bisnis transportasi online telah mengubah semua model bisnis dan praktik yang terjadi. Sayangnya, tranportasi berbasis online atau kerap disebut Ojek Online (Ojol) belum didukung ketentuan perundangan yang memadai sehngga acapkali terjadi benturan di masyarakat.
“Transportasi online sampai hai ini masih menyisakan isu-isu yang belum bisa dipecahkan. Pemerintah masih dituntut untuk bisa melindungi masyarakat terhadap perubahan terkait sektor tersebut. Dalam hal ini, yang memberikan jasa tidak boleh dirugikan, yang mendapat jasa juga tidak dirugikan,” kata Ary Suta usai diskusi bertajuk ‘Kajian Ekonomi Politik dalam Bisnis Transportasi Online di Indonesia’ di Kantor The ASC, Jakarta, Selasa (17/7).
Diskusi menampilkan pembicara tunggal yaitu Dani Miftahul Akhyar,Msi (Dosen Universitas Multimedia Nusantara dan 1st Runner Up, The ASC Paper Competition 2015). Selain itu diskusi juga menyertakan peluncuran The ASC Series On Strategic Management, Edisi Juli, Vol 4.
Menurut Ary Suta, tiap perubahan zaman seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat. Namun perubahan itu harus terukur. “Tetapi seringkali perubahan itu, tidak hanya dari dalam tapi perubahan dari luar yang memaksa kita melakukan perubahan,” ujar mantan pertinggi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini.
Diakui Ary Suta, lembaganya ASC memiliki program selain leadership mentoring juga mempunyai program market education. Karena itu ASC memiliki program kepemimpinan, pendidikan masyarakat. “Terutama critical thingking yaitu mendidik masyarakat agar bersikap kritis terhadap tiap perubahan yang terjadi di lingkungannya,” paparnya.
Pada diskusi kali ini, sengaja membahas bisnis transportasi online, karena dianggap sangat besar pengaruhnya dalam tatanan kehidupan di masyarakat. “Boleh dikatakan perubahan peradaban di dalam masyarakat kita, maka sudah menjadi kewajiban bagi Ary Suta Center untuk memberi informasi terkini yang dioperoleh dari ahli-ahli kita yang jalani dalam aktivitas keseharian. Kita siapkan solusi untuk hadapi perubahan itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Dani Miftahul Akhyar,Msi selaku pembicara tunggal mengaku dirinya telah melakukan penelitian khusus mengenai fenomena bisnis transportasi online. Hasil penelitiannmya ingin mengungkap berbagai hal yang selama ini tidak terjawab misalnya apakah ada korelasi kekuasaan, yakni antara power dan konglomerasi, konsolidasi.
“Bagaimana sebenarnya, kontrol dari bisnis transportasi online yang selama ini kita nikmati. Karena bisnis transportasi online itu, ada dua sisi. Pertama, sisi pertama menyelesaikan beberapa masalah transportasi dari yang tergantung dengan ojek pangkalan dan taksi yang mahal, tetapi sekarang bisa murah,” kata Deni yang kini menjabat Direktur Eksekutif Manilka research & Consulting.
Di sisi lain, ia mengatakan transportasi online ternyata memiliki banyak fitur dan keamanan lebih bagus. Misalnya, untuk pengiriman paket dan sebagainya. Ini yang disukai masyarakat.
Namun ironisnya dari kehebatan bisnis transportasi online ini, mitra pengemudi atau yang kerap disebut para driver berteriak dan memprotes, karena kesejahteraannya malah menurun. “Sampai mereka melakukan demo besar, nah ini yang perlu diperhatikan. Tuntutan mereka agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka. Karena itu perlu ditengahi. Pemerintah dalam hal ini menjadi regulatormnya,” ungkapnya.
Bagi para investor sendiri, Dani mengingatkan apabila persoalan ini tidak bisa ditangani secara baik akan menjadi bom waktu. Karena perkembangan transportasi online ternyata masih disiasati oleh biaya marketing dan promosi yang besar. “Operator banyak mengumbar bonus, banyak diskon, dan sebagainya. Nah ini sampai kapan. Mereka harus bakar uangnya’ mau sampai kapan,” pesannya.
Dikatakan Dani, kondisi ini tentu menjadikan seolah-olah seperti bom waktu ekonomi. “Bisa dibayangka, bagaimana bonus yang sudah diberikan kepada mitra pengemudi tiba-tiba dihapus, mereka pasti akan protes. Sudah merasa kesusahan lalu dihapus. Jadi ini dilema juga. Ini dilema juga bagi aplikatror, karena mereka sudah banyak bakar uang untuk menarik banyak trafic,” cetusnya.
Menurut Dani, selama ini regulasi belum mencakup hubungan kerja antara perusahaan aplikasi dengan para pengemudi ojek online bahwa yang namanya ojek adalah alat transportasi. “Punya dualisme bisnis, satu bisnis aplikasi satu lagi manfaatkan trabspoortasi. Walaupun bisnisnya sebenarnya bisnis aplikasi. Namun itu harus terus digodok agarn masalah transpirtasi online ini bisa diatasi. Solusinya, ya terbitkan aturan tadi, terutama regulasi tentang tranportasi online,” imbuhnya. (Hardianto/balipost)