Pekerja Rumah Sakit KDH Bross Singaraja mengadu ke Disnakertrans karena gaji mereka dipangkas sejak rumah sakit berganti kepemilikan. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumah karyawan Rumah Sakit Karya Dharma Usaha (KDH) Bross Singaraja Kamis (19/7) mengadu ke kantor Dinas Tenagakerja Transmigrasi (Disnakertrans) Buleleng. Pekerja ini keberatan karena gaji mereka diturunkan dari perjanjian kontrak sebelumnya.

Penurunan gaji untuk pekerja kontrak ini karena rumah sakit telah diambilalih oleh menejemen Rumah Sakit Bali Royal yang menjadi Rumah Sakit KDH Bross Singaraja.

Sebenarnya ada sekitar 50 pekerja yang statusnya pegawai kontrak dan itu merupakan karyawan pada saat masih menejemen rumah sakit KDH. Sejak beralih kepemilikan dan perubahan menejemen, gaji puluhan pekerja jauh di bawah standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Buleleng. Tidak terima dengan keputusan menejemen KDH Bross Singaraja itu, mereka mengadukan masalah ini kepada Disnakertrans. Sayang, pengaduan yang ditindaklanjuti dengan mediasi mendatangkan pihak menejemen KDH Bross gagal menemukan titik temu.

Ketut Eyik bekerja sebagai sopir ambulans menuturkan, perselisihan ini terjadi sekitar April 2018 yang lalu. Saat itu, dirinya diberitahu oleh menejemen bahwa pekerja yang terikat perjanjian dengan menejemen KDH akan di eveluasi. Kebijakan menejemen KDH Bross menyatakan, gaji pekerja kontrak Rp 800.000 per bulan. Dia meminta digaji Rp 1,5 juta per bulan, namun pihak menejemen KDH Bross Singaraja tidak menyetujui.

Baca juga:  Saat Nyepi, 59 Warga Masuk Rumah Sakit

Eyik kemudian mengadukan perselisihan itu kepada menejemen KDH Bross di Denpasar, namun gagal menemukan titik temu, sehingga langkah terakhir meminta Disnakertrans memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut.

Penurunan yang signifikan itu membuatnya kecewa. Pasalnya, dia sebelumnya mendapat gaji pokok dan tunjangan Rp 2 juta per bulan. Atas keputusan menejemen itu, Eyik berusaha bertahan karena pada saat itu kalau tidak menandatangani perjanjian gaji yang baru, menejemen tidak mencairkan tunjangan hari raya (THR) Galungan.

“Menejemen sedang mengeveluasi dan waktu itu saya dan teman-teman terpaksa menerima sebab kalau tidak THR tidak akan cair. Dulu gaji pokok saja Rp 1,7 dan tambah uang lembur atau tambahan saat mengantar pasien, sebulan saya dapat gaji Rp 2 juta, dan sekarang saya dikasi Rp 800.000 per bulan,” katanya.

Lain lagi diungkapkan perkerja kontrak yang bertugas sebagai perawat Nyoman Budiarsa. Pria asal Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada ini mengaku kontraknya baru berjalan enam bulan di bawah menejemen KDH Bross. Dia mendapat gaji pokok Rp 1.100.000 ditambah tunjangan profesi Rp 350.000, sehingga dirinya mendapat gaji Rp 1.450.000 per bulan.

Sementara, rekan sesama perawat dengan kontrak lama digaji Rp 2 juta per bulan. Budiarsa merasa resah keputusan menejemen mengeveluasi pembayaran gaji yang dinilai merugikan pekerja. “Tidak tahu pekerja dengan kontrak setelah KDH Bross akan di eveluasi juga sama dengan teman-teman yang sudah duluan di sana, sebab gajinya beda-beda walau bidang tugasnya sama seperti perawat dan ada teman yang sudah kontrak lama dan akan berakhir bulan September ini di gaji Rp 2 juta,” katanya.

Baca juga:  Pasien COVID-19 Meninggal di Bali Bertambah

Atas keresahan yang terjadi, pekerja KDH Bross Singaraja menuntut perusahaan profesional membayar gaji pekerja berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah. Pekerja ini menutut gaji Rp 1,7 juta per bulan di luar tunjangan dan jasa lain. “Kalau kami digaji Rp 800.000 apakah cukup dan sesuai UMK dan KHL. Harusnya perusahaan siap dengan semua resiko jangan diuntungnya saja tapi kalau rugi ya hak kami dikorbankan dengan cara tidak baik seperti ini,” jelas Ayik sembari diiyakan pekerja lain.

Menganggapi keberatan pekerja itu, Menajer Reprsentatif Rumah Sakit KDH Bross Singaraja dr. Gede Harsa Wardana mengatakan, keputusan eveluasi gaji ini karena rumah sakit sedang peralihan menejemen yang baru.

Sejak diambilalih Agustus 2017 eveluasi menejemen dilakukan selama setahun. Dalam penyesuaian menejemen ini, pihaknya telah mengeluarkan kebijakan pembayaran gaji pegawai kontrak Rp 800.000. Namun demikian, pekerja di bidang-bidang lain dr. Harsa menyebut sudah mengikuti standar UMK.

Baca juga:  Terjerat Pinjol, Karyawan di Bandara Nyuri Kartu ATM Temannya

Menurut dr. Harsa Wardana, penyesuaian ini dilakukan karena pihaknya masih mencari seka pengupahan yang baik dan tidak merugikan rumah sakit dan pekerja itu sendiri. Hanya saja, dia belum menyetujui permintaan pekerja yang meminta gaji Rp 1,7 per bulan dengan alasan masih dibahas oleh pihak owner dan pemegang saham.

“Kami sudah sampaikan eveluasi ini karena kami maish melakukan pengalihan menejemen dan kalau kita lihat dari menejemen lama memang belum ada sekama pengupahan yang jelas, sehingga dengan peralihan kepemilikan ini owner bersama pemegang saham termasuk menawarkan kepada pekerja untuk sementara di-nolkan dulu, sambil mencari sekama yang baik dan tidak ada pihak merugikan,” katanya.

Sekretaris Dinas Tenagakerja Transmigrasi (Disnakertrans) Dewa Putu Susrama mengatakan, kalau perselisihan ini tidak bisa diselesaikan perusahaan bisa mengajukan penangguhan pembayaran gaji dengan standar UMK. Sebelum penangguhan itu disetujui, pemerintah akan melakukan audit untuk menentukan perusahaan merugi atau sebaliknya.

Keputusan perselisihan di provinsi ini diputuskan oleh Gubernur Bali. “Kalau digaji Rp 800.000 itu jelas melanggar dan kebijakan itu perusahaan itu bisa dibatalkan secara hukum. Saat ini kami maish memfasilitasi mediasi untuk diselesaikan di daerah, tapi kalau tetap gagal, ini bisa dilanjutkan ke provisi dan perusahaan akan diaudit,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

BAGIKAN

2 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *