JAKARTA, BALIPOST.com – Fenomena banyaknya anggota DPR RI pindah ke partai lain dinilai akan mengancam terhambatnya kinerja DPR. Ke depan, dikhawatirkan DPR akan menghadapi banyak persoalan antara lain kekosongan jabatan anggota DPR karena proses pergantian antara waktu (PAW) membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Hal lain yang juga mendapat sorotan adalah migrasi tersebut ternyata dilatarbelakangi bukan atas kesadaran caleg-caleg ‘siap pakai’ tersebut tetapi karena adanya politik transaksional alias transfer uang yang disebut-sebut besarannya ada yang mencapai Rp 5 miliar. “Bagaimana dengan iming-iming uang itu memang agak sulit apabila dicegah dengan aturan yang ada. Karena belum ada aturan yang mengatur itu. Jadi paling bisa kita arahkan pada etika. Tetapi, sekarang ini aturan saja masih dilanggar apalagi tidak ada aturan yang secara eksplisit mengaturnya,” ucap Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk ‘Bacaleg Lompat Partai, DPR Banjir PAW, Ganggu Kinerja?’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/7).
Kendati demikian, menurutnya, aparat penegak hukum bukan berarti hanya mendiamkannya, sebab apabila transaksi tersebut bisa dibuktikan maka pihak-pihak yang terlibat bisa dikenakan pasal gratifikasi. “Kalau bisa dibuktikan dengan fakta anggota DPR RI menerima dari pihak lain, bisa dikenakan pasal gratifikasi,” ujarnya.
Ada empat hal dalam catatan Zainuddin Amali yang menjadi penyebab fenomena ini terjadi yaitu ideologi, konflik internal, iming-iming uang dan ketentuan perundangan yaitu 4% parliamentary Threshold bagi parpol untuk bisa lolos ke Senayan. “Dengan sistem proporsional terbuka ini memicu persaingan ketat antar caleg di internal partai maupun caleg di luar partai. Para caleg berpikir juga elektabilitas partai yang mewadahinya, kalau partainya tidak lolos ambang batas 4 %, otomatis caleg bersangkutan juga tidak bisa lolos ke Senayan. Kalau soal iming-iming transfer uang saya kira itu menjadi faktor terakhir,” ujarnya.
Senada anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan sebenarnya fenomena kutu loncat sudah terjadi sejak lama. Namun, fenomena kutu loncat yang terjadi kali ini berbeda karena migrasi caleg-caleg jadi itu muaranya ke Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Fenomena ini, menurutnya juga bisa menjadi titik awal mencari tau penyebabnya karena Paryai NasDem dinilai relatif baru dalam perpolitikan nasional. “Semua larinya ke NasDem. Harusnya kan ke PDIP karena PDIP partai nomor satu terbesar dan pemenang pemilu,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR ini tidak memungkiri mendengar kabar adanya transfer uang dalam proses perpindahan kader jadi karena sudah terbukti lolos di Senayan. Tetapi, ia tidak ingin menuding bahwa Partai NasDem telah melakukan pembajakan kader-kader jadi di sejumlah partai dengan iming-iming uang. “Motifnya (Partai NasDem) apa? Apa mau mendominasi Senayan. Kalau itu, ya mestinya partainya kerja keras dong. Jangan cara bajak membajak seperti ini. Tidak dengan cara instan kalau ingin nambah kursi di DPR. Tetapi, artinya kan tetap saja kecurangan meski modusnya selalu berubah esensinya sama saja melakukan kecurangan,” ujarnya.
Eva menegaskan sejauh ini anggota DPR dari PDIP tidak ada yang tergiur dengan berbagai macam iming-iming baik uang maupun fasilitas yang disediakan. “Itu menunjukkan kaderisasi kami melalui berbagai macam program terbukti berhasil di antaranya adalah sekolah partai yang rutin kami selenggarakan,” ungkapnya.
Ketua Fraksi Partai Hanura di DPR Inas Nasrullah mengaku partainya yang paling banyak mengalami migrasi ke partai lain terutama ke Partai NasDem. Dia tidak memungkiri, dari berbagai penyebabnya, konflik di internal partainya yang menjadi penyebab utamanya.
Inas juga mengaku khawatir kinerja DPR akan melemah, bahkan kinerja fraksinya sebab yang paling banyak mengalami perpindahan adalah anggota fraksinya. Oleh karena itu, ia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikap tegas untuk segera memperoses pemberhentian kadernya yang pindah partai itu. “Karena mereka yang pindah itu tidak gentle, jadi caleg di partai lain, tapi tidak lapor dan bikin surat pengunduran diri ke partai. Padahal, salah satu syaratnya kan tidak boleh memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) partai ganda. Nah, ini KPU yang harusnya cepat bertindak,” tegasnya.
Dalam catatan yang ada, dari 12 anggota DPR yang pindah partai 10 di antaranya pindah ke Partai NasDem antara lain dari Fraksi Partai Hanura Arief Suditomo, Fauzi A. Amro, Rufinus H. Hutauruk, Dossy Iskandar, Dadang Rusdiana. Dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Lucky Hakim dan Idrick Ch. Tita Syahrul. Dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Okky Asokawati. Dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Khrisna Mukti. Fraksi Partai Demokrat Venna Melinda.
Dua lainnya Siti Hediati (Titiek Soeharto) dari Fraksi Golkar ke Partai Berkarya dan Dimyati Natakusumah (PPP) ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (Hardianto/balipost)