BANYUWANGI, BALIPOST.com – Sorotan minimnya pendapatan asli daerah (PAD) yang dilontarkan DPRD Banyuwangi mulai direspon pemkab setempat. Salah satunya, PAD sektor wisata. Sedikitnya 900 alat monitor pajak (tax monitor) disebar ke sejumlah rumah makan dan sejenisnya. Jika membandel, pemkab mengancam akan menutup tempat usaha tersebut.
Pemasangan alat monitor pajak ini menyusul menjamurnya rumah makan dan usaha akomodasi pariwisata. “ Pemerintah telah berusaha keras agar pariwisata berkembang, sehingga banyak orang yang datang ke Banyuwangi. Menjadi kewajiban bagi mereka yang membuka usaha rumah makan dan sejenisnya untuk membayar pajak sesuai dengan aturan,” kata Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, Muhammad Yanuar Bramuda. Nominal pajak rumah makan dan sejenisnya dipatok 10 persen.
Pejabat ini menambahkan pemasangan alat monitor pajak menjadi solusi untuk menggenjot PAD. Dengan alat ini, kata dia, bisa diketahui omzet di setiap tempat usaha. Wajib pajak juga bisa melihat langsung jumlah pajak yang diterima melalui situs resmi di Pemkab Banyuwangi.
Bramuda memastikan akan menindak tempat usaha yang tidak taat pajak.
“Kami akan berikan peringatan terlebih dahulu. Apabila tiga kali peringatan tidak dihiraukan, kami akan menutup tempat usaha tersebut. Sebaliknya bagi tempat usaha yang taat pajak, akan mendapat reward,” jelasnya.
Pemasangan monitor pajak ini sudah dimulai tahun 2017. Namun, jumlahnya masih terbatas. Tahun 2018, monitor pajak ditambah menjadi 900 unit. “Program ini resmi diterapkan sejak 21 Juni lalu. Dari 900 alat yang disediakan, 200 akat telah didistribusikan ke tempat usaha. Targetnya, dua bulan seluruh alat sudah kita sebar se-Banyuwangi,” jelasnya.
Pemasangan alat monitor pajak terpaksa dilakukan lantaran tidak semua tempat usaha rumah makan taat membayar pajak. Bahkan, kata dia, ada rumah makan yang enggan memasang alat monitor pajak. “ Alasan tak mau bayar pajak beragam. Kekhawatiran jika pengunjung akan turun, itu tidak beralasan. Sebab, ada warung mie yang sehari bisa setor pajak Rp 1 juta,” pungkasnya. (Budi Wiriyanto/balipost)