JAKARTA, BALIPOST.com – Rumah produksi Xela Pictures mengangkat romansa di era kolonial dalam film perdananya yang berjudul “Sara & Fei, Stadhuis Schandaal.” “Kami tampil setelah melihat potensi penonton film Indonesia masih sangat besar, serta dengan memproduksi film berlatarbelakang sejarah dengan mengangkat budaya kita ke mancanegara agar bisa lebih dikenal bangsa lain seperti ke Tiongkok, yang menjadi pasar kedua film perdana kami,” kata Produser Eksekutif Xela Pictures, Alexander Sutjiadi di Jakarta, Jumat (20/7).
Xela Pictures menggandeng sutradara senior Adisurya Abdy untuk menghasilkan film berlatar belakang sejarah zaman kolonial. Meski mengangkat zaman kolonial namun dikemas secara kekinian. “Saya tertantang untuk membuat film berlatar belakang sejarah ini, setelah sempat vakum selama 14 tahun, di sini saya dituntut untuk menghasilkan karya yang berbeda dari karya saya yang sebelumnya,” ujar sutradara era 80-an yang ngetop dengan beberapa karya filmya seperti Roman Picisan, Macan Kampus, Asmara dan masih banyak lagi.
Kolaborasi antara Xela Pictures dengan sutradara Adisurya Abdy ini telah menghasilkan sebuah film bergenre thriller dan misteri yang mampu menarik minat penonton usia muda. “Film ini menawarkan sesuatu yang berbeda dengan format masa kini tanpa meninggalkan unsur historisnya, sehingga memberikan generasi baru untuk banyak mengetahui sejarah yang belum terungkap,” tambah Adisurya Abdy.
Demi meraih minat penonton di pasaran Tiongkok, film ini mengambil lokasi syuting di dua negara yaitu Jakarta, Pangkalan Bun (Indonesia) serta Shanghai dan Ningbo (Tiongkok). “Untuk menembus pasar Tiongkok, kami bekerjasama dengan perusahaan film dari Tiongkok, ini adalah sebuah film yang luar biasa, sehingga perlu digarap dengan serius karena Tiongkok merupakan pasar yang sangat potensial, saya berharap semoga film perdana ini bisa diterima penikmat film di negara yang berpenduduk 1,4 miliar ini,” ungkap Alexander Sutjiadi.
Film Sara & Fei, Stadhuis Schandaal, berkisah tentang seorang mahasiswi bernama Fei yang sedang melakukan riset untuk tugas mata kuliahnya di Musium Fatahillah di kawasan Kota Tua Batavia. Di sini Fei didatangi gadis blasteran Belanda-Jepang bernama Sara, yang tiba-tiba datang secara misterius. Tanpa disadari Fei masuk ke lorong waktu menuju abad ke-16, di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dijabat oleh Jan Pieterzoon Coen.
Dari sini cerita berlanjut semakin menarik dan penuh misteri, yang pastinya akan membuat penonton bertanya-tanya dan semakin penasaran. Film ini rencananya akan ditayangkan serentak di bioskop pada 26 Juli ini. (Nikson/balipost)