NEGARA, BALIPOST.com – Kendati masih kuat, jembatan penghubung Desa Ekasari dan Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya saat ini terasa sempit. Lebar jembatan hanya tiga meter, kurang memungkinkan untuk dua kendaraan melintas secara bersamaan.
Jembatan yang sudah dibangun sejak puluhan tahun ini menjadi jalan penghubung tercepat untuk keperluan aktivitas warga. Baik untuk keperluan sehari-hari, lalu lintas hasil bumi (pertanian) hingga pariwisata.
Khusus fungsi yang terakhir, dua desa yang saling terhubung ini sering mendapat kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tak jarang, kendaraan wisatawan, seperti bus, tidak bisa melintas di jembatan itu.
Warga di Blimbingsari sejatinya sudah lama mengusulkan pelebaran jembatan penghubung antardesa itu. Dengan diperlebar, diharapkan aktivitas pariwisata dan pertanian warga lebih cepat aksesnya. Khususnya untuk kelancaran pariwisata di desa wisata Blimbingsari itu.
Apalagi, jalan penghubung antardesa itu kini sudah mulus dilapisi aspal. Dulu saat dibangun, jembatan di atas sungai untuk pengairan sawah di Blimbingsari dan Melaya (Subak Eka Santosa) ini sangat membantu aktivitas warga.
Namun, seiring dengan kebutuhan dan fungsi jalan, jembatan ini kurang lebar. Di sekitar jembatan ini juga terdapat pintu air DAM untuk pengairan.
Kepala Desa Blimbingsari, I Made John Ronny, dikonfirmasi Minggu (22/7), membenarkan desa mengharapkan agar jembatan itu diperlebar. Desa juga sudah mengusulkan pelebaran ini, karena kewenangan sungai di Provinsi dan jalan Kabupaten. “Iya kita sudah usulkan untuk diperlebar, salah satu pertimbangan karena jembatan itu miring dan tidak bisa dilalui bus pariwisata,” terang Ronny.
Diantara desa lain di Jembrana, Desa Blimbingsari selain penduduknya mengandalkan hasil dari pertanian juga merupakan salah satu desa wisata di Jembrana. Kunjungan wisatawan lokal juga sering ke desa ini (Surya Dharma/balipost)