NEGARA, BALIPOST.com – Disela-sela proses pemadaman api yang membakar tumpukan sampah di TPA Peh, Selasa (24/7) siang, puluhan warga protes menuntut penutupan TPA terbesar di Jembrana itu. Warga mengaku geram dengan kondisi ini karena sudah berulangkali terjadi.

“Asapnya sampai ke permukiman, kasihan bayi dan anak-anak di sekitar. Cukup ini yang terakhir dan TPA ini ditutup,” terang Ketut Witama, warga setempat.

Bukan itu saja, sejak lama warga sangat keberatan dengan keberadaan TPA itu karena berdampak buruk baik polusi udara (bau) maupun polusi air bawah tanah (sumur) mereka. Bukan itu saja, air yang menggenang di sekitar areal TPA menimbulkan jentik-jentik nyamuk dan warna airnya sangat pekat.

Baca juga:  Revisi Batas Ketinggian Bangunan, Giri Prasta Sebut Sama dengan Pengingkaran Warisan

Air itu juga mengalir ke sekitar saluran air dan irigasi yang digunakan subak sekitar.

Salah satu Krama Subak Tegalasih, Nengah Wisana mengungkapkan air subak terdampak karena bercampur air rembesan sampah di TPA. Sebagian besar warga di Peh sudah cukup bersabar dengan kondisi tersebut. Namun dengan kejadian kebakaran yang ketiga kalinya ini mereka sudah tak kuat.

Warga meminta pemerintah untuk menutup dan memindahkan pembuangan sampah tidak lagi di TPA Peh. “Ini asap dari sampah yang terbakar menggunung begitu, sebentar saja sudah sesak,” terang Komang warga lainnya.

Baca juga:  Tempat Produksi Kerajinan Fiberglass Terbakar

Mereka mendesak agar pemerintah bertindak sebelum warga anarkis karena dampak TPA ini. Aksi protes ini sempat ditenangkan petugas dari desa dan Dinas Lingkungan Hidup. Warga selanjutnya memilih membubarkan diri setelah mendapat pembagian masker dari BPBD yang sebelumnya diterima oleh Perbekel setempat.

TPA Peh diketahui terbakar pada Selasa pagi. Diperkirakan api berasal dari gas metan yang timbul akibat tumpukan sampah. (Surya Dharma/balipost)

Baca juga:  Korsleting, Rumah Pensiunan Kebakaran
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *