TABANAN, BALIPOST.com – Banjar Tag Tag berlokasi di Desa Kukuh Marga. Banjar ini memiliki 46 KK adat, Wilayahnya dikeliling hutan, sawah dan pancoran. Sejak dulu warga di banjar ini pantang makan daging sapi. Jika ada warganya yang sengaja maupun tidak sengaja memakan daging sapi, tanpa diketahui penyebabnya langsung sakit dan badannya merah-merah.
Keunikan banjar ini tidak sampai di sana. Warga tidak boleh memakai sehelai benang pun saat mandi di pancoran. Ada yang sempat melanggar, air di pancoran tidak mau mengalir alias macet.
Kepercayaan ini kata Kelian Dinas Tag-Tag, I Nyoman Tirtayasa sudah ada sejak dulu. ”Saya sendiri pernah mengalami. Dulu sempat makan daging sapi, kepala langsung berat, pusing dan badan merah-merah,” ujar Tirtayasa yang juga warga Banjar Tag-Tag ini.
Sementara mengenai aturan tidak boleh memakai pakaian saat mandi kemungkinan karena pancoran dekat dengan Pura. Banjar Tag-Tag yang berlokasi di Desa Kukuh Marga ini memang dikarunia sumber mata air. Sehingga dibangun empat pemandian umum berupa pancoran serta satu sumur di banjar ini. ‘’Pancoran ada di sebelah Utara, Timur, Selatan dan Barat banjar. Sementara di tengah-tengah banjar ada sumur mata air,’’ ujarnya.
Untuk sumur yang berlokasi dibagian tengah dilarang melakukan aktifitas cuci kakus dan hanya diperbolehkan untuk mengambil air minum.
Tidak hanya dikeliling mata air, Banjar Tag-Tag juga dikeliling Pura yaitu Pura Gede Dalem Majapahit, Pura Dalem Darma Wisesa, Pura Pucak Geni, Pura Pucak Resi, Pura Gunung Agung dan Pura Taman Sari. Semua pura ini diempon oleh warga Banjar Adat Tag-Tag.
Selain mata air dan Pura, banjar yang rumah warganya dibangun berundak dari Selatan ke Utara ini juga dikelilingi sawah dan hutan dengan luas 40 are. Habitat hutan selain burung bangau juga ada kelelawar berekor. Untuk melestarikan habitat ini, warga Banjar adat Tag-Tag melarang penembakan burung di wilayahnya.
Keasrian alam yang dimiliki menyebabkan banjar adat Tag-Tag punya keinginan sebagai tempat wisata. Menurut Tirtayasa, banjar adat Tag-Tag sudah mendapatkan SK desa wisata. Sayangnya hingga saat ini dana untuk pengembangan sebagai desa wisata dari pemerintah Propinsi belum juga turun. Padahal pihak sudah dilakukan pembangunan tempat parkir dan mempaving jalan. ‘’Karena dana belum turun, banjar adat belum bisa menjalankan program desa wisata ini,’’ ujarnya. (wira sanjiwani/balipost)