Suasana rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengusulkan ke depan komisi-komisi pembidangan di DPR yang saat ini jumlahnya mencapai 11 komisi bisa diciutkan. Ia menilai jumlahnya cukup tiga saja sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) nya.

Yaitu, komisi legislasi (UU), komisi anggaran (budget), dan pengawasan. Saat ini terdapat 11 Komisi DPR. Pembenahan ini perlu dilakukan agar penanganan Tupoksi di DPR bisa berjalan lebih efektif dan efisien. “Hanya sub-sub komisinya yang ditambah. Selanjutnya produk UU itu tinggal disingkronkan dengan program anggaran, dan dalam pelaksanaannya harus diawasi oleh DPR,” pinta Jimly Asshiddiqie dalam diskusi bertema ‘Kinerja Legislasi DPR RI’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/8).

Baca juga:  Pelanggaran Pasang APK, Dua Peserta Pemilu Buat Pernyataan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengungkapkan saat ini negara-negara di seluruh dunia sedang mengalami de-institusionalisasi. Karena itu instansi negara harus terus-menerus berbenah dan membangun kepercayaan serta citra yang baik kepada masyarakatnya termasuk DPR RI. “Saya apresiasi Ketua DPR RI saat ini sudah berusaha membangun kinerja dan citra yang baik dengan sering berkomentar pada media dan membuat catatan sendiri di media sosial,” jelas Jimly.

Sebab lanjut Jimly, saat ini tidak bisa mengandalkan diri-sendiri menjadi sumber berita seperti zaman dulu, melainkan di zaman now ini, pimpinan dan anggota DPR harus mampu menjadi pewarta bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan media sosial. “Tentu harus punya tim yang profesional dan cara kerja seperti itu efektif, dan jangan rangkap jabatan seperti di KADIN karena hal itu justru akan melemahkan institusi DPR. Pejabat publik harus melayani seluruh masyarakat,” katanya.

Baca juga:  Pembunuhan Anggota Ormas, Terduga Pelaku Utama Penebasan Masih Diburu

Mengenai anggapan rendahnya kualitas produk legislasi DPR karena seringkali UU yang dihasilkan oleh DPR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, Jimly mengaku tidak sependapat. Sebab, tidak semua UU yang digugat ke MK sebagai pertanda buruk. “Yang penting proses politik dalam pembuatan UU itu sendiri tidak menyimpang dari prosedur yang sudah ditetapkan. Misalnya dengan melibatkan pemerintah dan DPD RI,” ujarnya.

Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali mendukung perlunya komisi khusus seperti komisi legislasi untuk mendukung Badan Legislasi (Baleg) DPR yang ada saat ini. Pembagian tugas antara Komisi Legislasi dengan Badan Legislasi bisa dibahas lebih lanjut terkait pembahasan tentang rancangan undang-undang (RUU) yang menjadi target pembahasan DPR dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Kami setuju di DPR ada komisi khusus yang membahas legislasi. Sehingga kita tidak terjebak pada kuantitas dari undang-undang yang dihasilkan,” ujarnya.

Baca juga:  Debat Perdana Pilgub Bali Berlangsung 30 Oktober, Panelis akan Diumumkan Hari H

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Utut Adianto mengatakan kualitas produk UU yang dihasilkan DPR banyak dipengaruhi oleh supporting system yang ada, terutama staf ahli anggota DPR. Oleh karena itu, ia menekankan ada BURT yang bertanggungjawab merekrut staf ahli guna meningkatkan kualitas legal draft. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *