SINGARAJA, BALIPOST.com – Tari Truna Jaya dan tradisi Nyakan Diwang (memasak di pinggir jalan) diusulkan Buleleng menjadi warisan budaya tak benda dari United Nations Educational Scientific and Culture Organization (UNESCO). Tari yang diciptakan oleh maestro tari almarhum Gde Manik ini diusulkan karena pernah dipentaskan secara masal pada gelaran Buleleng Festival (Bulfest) beberapa tahun sebelumnya.

Truna Jaya sendiri adalah tari yang dipentaskan oleh seorang penari, namun saat pentas dalam arena Bulfest itu, penari dan penabuh mampu tampil memukau penonton. Atas penampilan itu, pemkab diminta mengusulkan UNESCO untuk ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Baca juga:  Nyakan Diwang di Kecamatan Banjar Masih Lestari, Bunyi Kulkul Tanda Dimulainya Tradisi

Sedangkan, tradisi Nyakan Diwang adalah warisan leluhur turun temurun di beberapa desa di Kecamatan Banjar. Dari sekian banyak desa di wilayah ini, warga di Desa Banjar, Banyuwati, Kayu Putih, dan desa lain tidak pernah melanggar dan rutin melaksanakan pada saat hari Ngembak Geni (Sehari setelah pelaksanaan Catur Bratha Penyepian).

Dari penuturuan para pendahulu dan referensi yang ada, Nyakan Diwang lebih kepada perwujudan interaksi sosial dan silaturahmi sesama warga setelah satu hari penuh dengan khusuk melangsungkan tapa bratha penyepian.

Baca juga:  Polisi Amankan Daging Beku Permintaan Warung Makan di Denpasar

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng Drs. Gede Komang, M.Si., Jumat (3/8) mengatakan, usulan ke UNESCO ini tinggal menunggu penetapan dari pejabat yang diberikan kewenangan. Dia mengatakan, proses pengusulan ini cukup panjang, sebab tidak saja melengkapi dokumen administrasinya, namun pemerintah wajib untuk menyertakan naskah yang berisi sejarah tari atau tradisi yang diajukan tersebut.

Selain itu, dokumen pementasan atau pegelaran wajib dipenuhi dalam bentuk video. Mantan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng ini mengutarakan pengakuan oleh UNESCO terhadap warisan seni dan budaya Bali penting untuk “melindungi” karya tersebut agar tidak dibajak atau diakui oleh daerah lain.

Baca juga:  Janger Menyali, Nostalgia Kesenian di Era Penjajahan Belanda

Selain itu, dengan pengakuan itu,  pemerintah daerah memiliki modal untuk melakukan lobi ke pemerintah yang lebih tinggi agar mendapatkan perhatian, baik dalam bentuk program atau sokongan dana untuk melakukan pelestarian dan pengembangan terhadap warisan budaya itu. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *