Kandang darurat Ketut Prabawa. (BP/gik)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Setelah lama jeda tanpa aktivitas, warga di lereng Gunung Agung, mulai menekuni usaha yang dulu sempat terhenti. Salah satunya, adalah beternak.

Seperti yang dilakoni Ketut Prabawa, Ia memulai lagi dari awal, usahanya itu. Meski kerap dihantui rasa waswas.

Untuk beternak dan bertani, sebagian warga terdampak masih harus berhati-hati. Sekalipun ada usaha untuk mulai mengeliat, namun tetap saja ada rasa was-was kalau Gunung Agung tiba tiba erupsi lagi.

Demikian juga yang dirasakan warga Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat ini. Kampung halamannya ada di radius 9 km dari Gunung Agung dan masuk zona bahaya II. Saat Gunung Agung level IV, semua warga di desa ini mengungsi ke Klungkung dan Sidemen.

Baca juga:  Manis Galungan, Ratusan Krama Bali Pakelem di Puncak Gunung Agung

Prabawa mengaku kembali mencoba membangun kembali aktivitas awalnya, setelah pulang dari mengungsi. Dari pada hidup tak tentu di pengungsian, dia memilih kembali pulang dan merawat kandang ayam di sebelah rumahnya.

Sebelumnya, saat mengungsi sebagian ayamnya langsung dia jual. Sementara sebagian lagi ditinggal di rumah. “Makanya, waktu mengungsi terpaksa bolak-balik dari lokasi pengungsian ke rumahnya, untuk merawat sisanya, biar tak mati sia-sia,” katanya, belum lama ini.

Dalam beternak ayam kampung, dia mengatakan melakukan proses pengawinan pejantan dan betina, kemudian bertelur, penetasan sampai pemeliharaan. Peminat ayam kampung di Karangasem, diakui cukup tinggi. Banyak peminat yang datang untuk membelinya.

Untuk ayam pejantan dia jual rata-rata Rp 300 ribu per ekornya. Selain ayam Bali asli, Prabawa juga mengaku melakukan kawin silang untuk ayam Bali dengan Bangkok maupun Lensi. Ayam-ayam jenis ini banyak peminat di antaranya ada juga yang untuk diadu.

Baca juga:  Enam Jam Terakhir, Gunung Agung Enam Kali Erupsi

Di kandangnya ada tempat khusus untuk proses pengawinan. Begitu bertelur kemudian di erami. Telur menetas langsung di pindah dari induknya ke ruangan dengan pemanas. Saat itu juga di vaksin agar tidak kena virus.

Sementara induknya dimandikan agar tidak ingat lagi dengan anakannya. Ini dilakukan agar sang induk lekas bertelur kembali. “Yang dijual cuma pejantannya saja. Sementara untuk ayam betinanya ada yang dirawat sebagai indukan,” ujarnya.

Proses penetasannya dilakukan secara alami. Hanya saja menggunakan penghangat. Untuk pemasaran dirinya mengaku hanya di level lokal. Ini karena banyak warga di kampungnya yang membutuhkan ayam Bali.

Baca juga:  Masih Berpotensi Erupsi, PVMBG Minta Masyarakat Tetap Tenang

Sementara untuk pakan dia menggunakan pakan carun dan jagung serta dedak. Terkadang juga diberikan buah kelapa yang sudah dibelah untuk pakan tambahan.

Meski sudah berani beternak lagi, dia mengaku sementara tak berani membangun terlalu besar dulu, seperti semula. Sebab, situasi Gunung Agung sendiri masih labil.

Sementara, dia hanya memanfaatkan kandang kecil, ditambah bekas garasi mobil dengan luas sekitar 5 meter kali 9 meter. Dia berharap situasi bisa segera kembali seperti sedia kala, dimana Gunung Agung tak lagi jadi ancaman.

Hal serupa juga disampaikan warga lainnya, Wayan Putra. Kalau pun situasinya belum stabil, warga memilih tetap seperti sekarang, tetap beraktivitas dalam skala kecil-sedang, agar sekadar bisa menghidupi keluarga. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *