Tari sakral Baris Memedi masih eksis di Jatiluwih. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Bali memiliki beragam tradisi yang masih tetap dilestarikan sampai saat ini. Begitupun di Kabupaten Tabanan, sejumlah tradisi sakral seakan tak lekang oleh waktu. Salah satunya tari baris memedi, yang masih tetap eksis di Desa Jatiluwih dan di banjar Puluk Puluk desa Tengkudak, kecamatan Penebel.

Tari Baris Memedi ini cukup unik dan khusus hanya ditarikan saat upacara atiwa tiwa (ngaben) baik perorangan maupun kolektif. Seperti yang ditampilkan Rabu (15/8) dalam rangkaian upacara ngaben keluarga merajan gede pasek badak, banjar Jatiluwih, desa Jatiluwih.

Jro mangku bale agung desa pekraman jatiluwih yang juga keturunan pemangku pengempu baris memedi I Ketut Darmadi, didampingi Bendesa adat Jatiluwih I Ketut Suparka menjelaskan tari baris memedi berbeda dengan tari baris lainnya. Pasalnya tarian ini merupakan sarana upacara Pitra Yadnya (Ngaben), yang menggambarkan sekelompok roh roh halus untuk menjemput atau mengantar atma orang yang meninggal ke sorga.

Baca juga:  Melukis Ceria Anak Jatiluwih di Masa Pandemi, Tumbuhkan Kesadaran Mencintai Lingkungan

Dirinya menambahkan, Baris Memedi di Desa Jatiluwih sejatinya sudah ada sejak lama. Dibawakan oleh sekitar 9 penari laki laki dewasa, dengan satu orang sebagai Penemprat. Para penari menggunakan busana dari daun-daunan kering atau ranting ranting kayu yang diperoleh di kuburan.

Mereka pun spontanitas tanpa ada latihan rutin sebelumnya. Bahkan para penari Baris Memedi ini juga berhias di kuburan setempat. Dalam pertunjukannya baris memedi dipentaskan sepanjang jalan dari kuburan ke tempat dimana orang meninggal dengan iringan gong bleganjur.

Untuk jumlah penari pun tidak ditentukan karena ini sifatnya ngaturang ayah, namun biasanya penari minimal 7 orang bahkan lebih dari itu. “Jadi tarian ini merupakan warisan yang sangat disakralkan oleh bali aga sejak jaman leluhur yang tidak boleh diputus dan harus terus dilestarikan, satu satunya yang ada di kecamatan penebel,”terangnya.

Baca juga:  Dua Hari Tak ke Luar Kamar, Perempuan Asal Filipina Ditemukan Tak Bernyawa

Meski demikian seiring perkembangan jaman, memang sedikit ada perbedaan khususnya dalam busana yang digunakan oleh penari. “Kalau dulu setra masih ‘bet’, kalau ada kuburan, sisa kuburan baik itu pakaian yang sebelumnya diurug dinaikkan dari bangbang itu yang dipakai sarana payas, ditambah kelaras, dan sampah yang ada di kuburan. Sekarang masih tetep kelaras dan sampah dari kuburan tetapi bukan dari dalam bangbang,”ucapnya.

Tari Baris Memedi ini lanjut dijelaskannya, merupakan implementasi daripada perancangan ida sesuhunan di taman setra, pusat nya pengristiti di kahyangan dalem dan pura Prajapati dan pelaksanaannya harus dilaksanakan di setra. Dan tarian ini baru dipentaskan setelah iring iringan datang dari prosesi nyiramang di beji lanjut melinggih ring bale gede.

Salah seorang penari tari baris memedi Roby (18) mengaku dirinya sudah sering ngatirang ayah jadi bagian penari baris memedi sejak masih duduk di bangku SMP. Meski tarian ini sangat sakral, dirinya mengaku senang bisa ikut turut serta menari, tanpa rasa takut. “Sudah turunan, dan saya sama sekali tidak takut, apalagi setiap ada kesempatan saya ngaturang ayah,” ucapnya.

Baca juga:  Dari Hampir 2 Pekan Bali Catatkan Korban Jiwa COVID-19 hingga Puluhan Ribu Wisatawan Terdampar

Sementara itu Bendesa adat Jatiluwih I Ketut Suparka mengatakan, untuk ngaben saat ini diikuti sawa gede sebanyak 38, dan ngelungah 36. Dikatakannya untuk tarian baris memedi memang menjadi salah satu ciri khas desa Jatiluwih khususnya dalam upacara atiwa-tiwa atau ngaben.

Kalaupun tidak ditarikan, upacara tetep dilaksanakan dengan nunas tirta di setra dengan upakara khusus. “Jadi artinya tetep sama, namun belakangan ini tari baris memedi memang masih terus eksis ada setia kegiatan ngaben di desa kami, karena maknanya menjemput roh ke nirwana,” terangnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *