NEGARA, BALIPOST.com – Penerapan pembelian tiket Kapal menggunakan uang elektronik di penyeberangan Gilimanuk-Ketapang menuai keluhan pengguna jasa. Pasalnya sebagian besar penumpang (pejalan kaki) belum mengetahui dan mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya. Sejak diterapkan pada Rabu (15/8), muncul keluhan dari penumpang.
Seperti yang terlihat Jumat (17/8), sejumlah penumpang pejalan kaki yang hendak membeli tiket kaget adanya sistem baru ini. “Ya kaget pak, biasanya bayar cuma Rp 6.500 sekarang pakai beli kartu Rp 20 ribu, paling tidak keluar Rp 30 ribu,” keluh Fauzi (40) salah seorang penumpang ditemui di loket tiket.
Penumpang asal Jember, Jawa Timur ini juga menyayangkan tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Untung dirinya masih membawa uang lebih untuk biaya transportasi ke Jember. Namun sebagian besar penumpang khususnya pejalan kaki, rata-rata menengah kebawah. Semestinya ini menjadi perhatian termasuk pihak penyedia layanan kartu uang elektronik.
Keluhan serupa juga diungkapkan para penumpang khususnya pejalan kaki. Loket tiket penyedia juga terbatas sehingga kadang mereka antre dulu, ditambah lagi membeli kartu uang elektronik dulu ke stan bank-bank yang disediakan di depan loket. Belum lagi mereka wajib mengisi data diri untuk manifest.
Beruntung pihak keamanan ASDP dan bank memberikan pelayanan membantu para penumpang yang masih pertama menggunakan sistem ini. Berbeda halnya dengan penumpang roda dua, mobil dan truk atau bus. Penumpang yang didominasi menengah dan menengah keatas itu justru belum diwajibkan menggunakan sistem ini. Mereka masih bisa menggunakan pembayaran tunai.
Dari pengamatan, empat bank BUMN yang menyediakan kartu untuk uang elektronik baru tiga yang membuka stan pelayanan yakni BRI, BNI dan Mandiri. Beberapa diantaranya membuka stan selama 24 jam.
Sementara itu, General Manager (GM) ASDP Cabang Ketapang-Gilimanuk, Solikhin mengatakan per tanggal 15 Agustus lalu Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk menerapan pembelian tiket kapal dengan uang elektronik yang disediakan empat bank.
Menurutnya pembelian secara elektronik ini diberlakukan bukan hanya penumpang (pejalan kaki) tetapi juag kendaraan roda empat dan roda dua. “Prosentasenya yang penumpang paling banyak. Untuk roda dua dan roda empat (mobil) juga kita terapkan. Sambil sosialisasi, membiasakan masyarakat sistem itu,” ujarnya.
Diakuinya karena masih tahap sosialisasi tentunya ada beberapa yang kaget. Memang untuk pertama dengan membeli kartu nilainya lebih besar dibanding tiket biasa ditambah dengan pengisian saldo. Namun kartu uang elektronik itu bisa digunakan berulangkali. Pihaknya menilai wajar masih ada keluhan karena juga sambil sosialisasi. Yang menjadi fokus sekarang, adanya mesin untuk pengisian saldo (top up) uang elektronik itu.
Ditambahkan Solikhin, penerapan dibagi menjadi tiga fase, Pertama yang dilakukan saat ini sampai Desember. Fase Kedua tahun depan hingga terakhir fase ketiga seluruh pembayaran tiket menggunakan sistem ini termasuk truk sejenis. “Yang perlu waktu penyesuaian adalah kendaraan truk, karena uang elektronik yang sekarang ini beda dengan e-toll (untuk jalan tol). Nilainya jauh lebih besar dibanding tol, karena satu tiket truk bisa mencapai Rp 2 juta. Ini yang kita lakukan bertahap,” tambah Solikhin. (surya dharma/balipost)